Wajahnya pucat tak seperti yang dulu lagi, tak lagi berwarna. Tapi ada yang aneh dari wajah pucat itu ia tetap memberikan senyuman, tetap memancarkan aura kebahagiaan, serta tetap sesantai wajah yang dulu, hanya saja wajah itu berubah menjadi pucat.
Pagi itu aku kembali melihat wajah pucat itu, tak pernah sedikitpun aku menyianyiakan waktu untuk melihat wajah pucat itu. Ada- ada saja dari wajahnya yang mampu membuatku tenang, entahlah wajah pucatnya itu sangat teduh, tenang saat melihatnya. Fikiranku sudah mulai di racuni dengan wajah pucat itu, dan akupun mulai mengumpulkan keberanian untuk menanyakan mengapa wajah yang dulu lebih sering diwarnai oleh alat makeup itu berubah menjadi wajah yang bagiku sangatlah pucat.
Yah sedikit membuatku tidak waras memang, dia sangat berbeda dengan wanita manapun yang telah kulihat. Dia telah berhasil membuatku memperhatikannya dalam jangka waktu yang sangat lama bahkan memperhatikan perubahan wajah yang dulu masih di hiasi oleh alat make up hingga berubah menjadi pucat seperti sekarang ini.
Kuperhatikan ia dengan baik, kulihat semua langkah demi langkah yang ia jalani, masih tetap sama dengan hari- hari sebelumnya, hanya saja wajahnya berubah menjadi pucat. Lalu perlahan- lahan akupun mulai mengamati barang- barangnya, hmmm tak ada yang berubah tetap seperti barang- barang yang ia bawa hari sebelumnya. Aku mengajaknya menyantap segelas susu dan sepotong roti yang berisi selai coklat, dengan penuh semangat iya mengiyakan ajakanku itu. Aku perlahan- lahan mulai tersenyum, yah betul tak ada yang berubah darinya hanya wajah yang pucat itu, itu saja.
Akupun meyakinkan diriku yah dia baik- baik saja, mungkin saja dia lelah dengan alat make upnya atau mungkin dia lupa untuk menggunakannya beberapa hai ini. Aku kembali fokus pada kemudiku, yah sesekali pasti aku menoleh ke arahnya, iya terlihat sibuk membaca buku, kadang- kadang mata kami bertatapan. Hmmm mata itu tetap sama, sejuk, entahlah bagiku dia segalanya banyak hal yang kudapat darinya, hidup, perjuangan, pengorbanan dan masih banyak lagi.
Setibanya digerbang kampusnya, seperti biasa ia pamit kepadaku lalu entah kenapa mulutku dengan mudahnya mempertanyakan wajah pucat itu “kenapa wajahmu kelihatan pucat” aku menangkap ekspresi kaget itu bahkan terlihat salah tingkah. Tapi ia lalu berlau, aaakh aku benci dengan situasi ini batinku, ini sudah sangat jelas bahwa dia menyembunyikan sesuatu, dan kuputuskan untuk menghubunginya. Namun belum sempat aku menghubunginya aku telah mendapat pesan darinya.
Sender:
Princess
+6285123321xxx 15.30 pm
Hmmm,,ternyata kau mempertanyakan perubahan wajahku,,
Aku hanya berusaha membuat semua terlihat baik- baik saja, aku tidak ingin dengan polesan make up itu aku kelihatan ceria, segar atau apalah. Aku mulai sadar banyak hal yang sekarang aku hadapi, yang tanpa aku minta perlahan- lahan akan membuat polesan- polesan diwajahku lunturdan menambah keyakinan orang- orang bahwa aku tidak sanggup menghadapi itu, jadi aku putuskan untuk mengubah semua itu dari sekarang, mencoba membuat wajahku senatural mungkin, jadi suatu saat nanti jika aku aku mulai lelah dan tak bersemangat lagiaku akan kelihatan biasa- bisa saja bukan, toh aku tak pernah luar biasa lagi ???
Terima kasih my prince :*
Hmmm, akhirnya kini aku tau, kini aku mengerti sejauh itukah dia berpikir, bagiku wajah pucat itu tak akan mengubah semu perasaanku padanya. Dia sudah lebih dari cukup, dia adalah anugerah bagiku. Membuatku mengerti lebih banyak lagi tentang hidup dan segala klausanya. Wajah pucat itu membuatku yakin untuk tak akan pernah berenjak darinya, karena dia akan bertahan dan mampu membuatku ikut bertahan dalam keadaan apapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H