...
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa (Pembangun insan cendekia) -- cuplikan Hymne Guru
DI bulan November ini, ada dua momentum kebangsaan yang diperingati secara nasional; yakni Hari Pahlawan (10 November) dan Hari Guru Nasional (25 November).
Bukanlah suatu kebetulan apabila peringatan dan pemaknaan atas panggilan karya dan pelayanan (profesi) sebagai guru; dilekatkan pada bulan yang sama dalam memperingati dan memaknai Hari Pahlawan.
Dalam wacana "Pahlawan itu Bernama Guru" (SM, 10/ 11/ 2018), penulis menyatakan bahwa salah satu karakter yang disematkan pada sosok pahlawan adalah memiliki semangat untuk melawan. Dan yang dilawan oleh guru adalah akar dari keterbelakangan dan kemiskinan, yakni kemalasan dan kebodohan. Dua musuh utama bangsa dalam upayanya untuk mewujudkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul.
Dalam memperingati dan memaknai Hari Pahlawan, serta dalam menyongsong Hari Guru Nasional di tengah kondisi mendung pandemi ini, senyatanya merupakan momentum yang tepat bagi setiap anasir bangsa untuk sejenak merefleksikan tantangan dunia pendidikan kekinian; terkhusus upaya para pengajar dan pendidik (guru) dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Fenomena keseharian di ruang publik memperlihatkan bahwa acap kali kemiskinan bisa menjadi motivasi terbesar yang mendorong semua orang untuk bekerja lebih keras, tetapi mengapa kebodohan tidak bisa menjadi pemicu bagi semua orang untuk belajar lebih keras? Nampaknya, banyak orang lebih takut pada kemiskinan dari pada kebodohan; sehingga lebih memilih kekayaan material daripada kecerdasan.
Acap kali kita tak menyadari atau lupa bahwa kemiskinan sesungguhnya merupakan buah dari kebodohan itu sendiri. Terkait upaya guru dalam berjerihjuang dengan sepenuh hati, tulus dan ikhlas guna mengentaskan setiap anak bangsa dari lumpur kebodohan, maka sangatlah layak disematkan predikat kepada para guru sebagai patriot pahlawan bangsa.
Sebagai sosok pahlawan, guru mengajarkan dan meneladankan bagi anak (murid) perihal nilai-nilai keutamaan. Ringkasnya, berkewajiban untuk meneladankan spirit "Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani" (di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberikan daya kekuatan) kepada anak (murid) secara konkrit melalui Proses Belajar Mengajar (PBM) sehari-hari; baik di dalam maupun di luar ruang kelas.