'Saya hanya memiliki tenaga yang digerakkan oleh cita-cita dan mimpi' - Dr. (HC) Ir. Ciputra
KEBANGKRUTAN terbesar manusia adalah kegagalannya dalam memanfaatkan waktu yang ada. Mengingat bahwa waktu merupakan sumber daya yang terbatas. Perjalanan waktu tidak pernah berjalan mundur kembali.
Yang bisa dilakukan hanyalah sebatas mengenang kembali (nostalgia) atas pelbagai hal yang telah ditelan oleh sang waktu. Dan dalam mengenang, tentu saja hanya ada dua kemungkinan; yakni melahirkan ungkapan syukur atau penyesalan.
Masih dalam suasana penuh keprihatinan dan introspeksi pikir dan batin sebagai bagian dari anak bangsa yang sedang dirundung musibah pandemi; dimana segala daya upaya telah diperjuangkan, bahkan nyawa pun dipertaruhkan agar anak bangsa ini dapat segera mentas dari wabah Covid-19, kiranya ajakan untuk tetap produktif; belajar, bekerja, beribadah dari rumah boleh menjadi penyemangat bagi masyarakat dalam melakukan aktivitas dengan tetap sukacita, tekun dan sabar, sambil berdoa agar bangsa kita dapat segera mengatasi dan dipulihkan dari pandemi Covid-19.
Khususnya terkait dengan aktivitas belajar (bagi pelajar) dan bekerja (bagi pekerja), guna menjaga agar spirit dan stamina dalam belajar dan berkarya tetap produktif di masa sulit (pandemi); maka prasyarat pertama dan utama adalah kesediaan dan kesadaran personal untuk memaknai hakekat dari belajar dan bekerja dengan tepat.
Belajar, Bekerja, dan Berdoa
Belajar dan bekerja yang dibalut dengan doa, nantinya akan menghadirkan kebahagiaan dalam kehidupan. Mengingat hakekat dari ora et studia dan ora et labora adalah upaya untuk mengisi dan memberikan makna atas kehidupan itu sendiri.
Hanya melalui aktivitas belajar dan bekerjalah maka eksistensi manusia menjadi nyata. Mengingat manusia baru menjadi manusia ketika ia berpikir; belajar dan bekerja (Homo sapiens).
Perlu diingat dan disadari bersama bahwa hakekat dari belajar dan bekerja tidaklah hanya berorientasi pada urusan perut semata-mata. Jika orientasi dalam belajar dan bekerja hanyalah sekedar untuk kepentingan praktis; yakni untuk mendapatkan uang, guna pemenuhan kebutuhan, maka predikat dan derajat manusia sebagai makhluk yang dikaruniai akal dan budi oleh Sang Khalik, menjadi turun; menjadi mirip dengan animalia yang berburu ketika lapar, yang menempatkan dan memposisikan pihak lain sebagai kompetitor yang harus dikalahkan dan dimatikan.
Fenomena altruisme menumpul, tergerus oleh egoisme; menjadi lupa diri dan liyan, bahkan lupa kepada Sang Khalik; pemberi dan pemilik kehidupan.