Lihat ke Halaman Asli

Eny Wulandari

Suka baca dan nulis

Penulis Konten Paling Akrab dengan Tiga "Drama" Ini

Diperbarui: 27 Februari 2020   14:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kata "kreatif" memang cair adanya.  Tidak ada ukuran pasti apa yang membuat sesuatu kreatif, tak terkecuali perihal menulis. Profesi penulis konten belakangan santer ramai diperbincangkan seiring dengan maraknya pemakaian media sosial sebagai medium promosi bisnis hingga kampanye pemerintahan.

Penulis konten merupakan satu bagian dari pekerjaan kreator konten, yang lagi-lagi populer dengan semakin cepatnya penetrasi internet di seluruh dunia. Baik berbanderol "konten" atau tidak, yang namanya penulis tetap tidak jauh dari proses memilih ide, mengumpulkan materi pendukung atau melakukan riset.

Walau terlihat jumawa di balik kata "kreatif", saya menilai tidak ada yang benar-benar asli dalam dunia tulis-menulis manusia. Satu penulis terinspirasi dari penulis yang lain. Atau, seorang penulis menggabungkan beberapa ide yang dia temukan dari banyak penulis lainnya.

Ada sedikit perbedaan yang membuat penulis konten berbeda dari  penulis akademik, esai, novel, cerita pendek hingga biografi. Perbedaan tersebut saya sebut sebagai "drama" alias bumbu yang membuat penulis konten merasakan sensasi gado-gado, antara bersemangat, kesal sekaligus puas.

Setidaknya ada tiga "drama" yang paling sering menghinggapi otak penulis konten yang saya resapi dari pengalaman sendiri saat menjalani profesi ini:

  • Menyaring Inspirasi

Meski inspirasi tidak sepenuhnya asli, tetap saja penulis konten harus cerdas menindaklanjuti ide mana yang layak ditulis. Zaman melek informasi seperti sekarang mendatangkan arus ide yang tak terbendung, mulai dari yang penting hingga remeh. Belum tentu informasi penting memang menarik untuk dijelajahi. Di sisi lainnya, belum tentu ide remeh tidak bernilai daya baca.

Langkah pertama terkait hal ini adalah memilih beberapa ide yang sesuai dengan citra atau ruh media atau perusahaan tempat teman bekerja. Setelah menemukannya, rampingkan lagi ide tersebut hingga mengerucut pada satu tema yang menarik untuk dikulik pada berbagai sisi.

  • Membuat ide "beda"

Penulis melanjutkan pergulatan batin dan otak pada bagian poles-memoles ide. Jika hanya menggabungkan beberapa gagasan dari orang lain, tulisan akan terbaca biasa saja. Lebih mirip merangkum ketimbang menghadirkan hal yang berbeda.

Membuat "beda" suatu inspirasi bisa dilakukan dengan berbagai cara. Yang pertama adalah mengambil sudut pandang yang tak lazim dari suatu isu. Sebagai contoh, banjir tahun baru 2020 Jakarta. Mayoritas penulis menyampaikan ide mereka tentang cara pencegahan banjir, jumlah korban hingga sejarah banjir. Teman bisa membahas mengenai fenomena banjir Jakarta dan Tik Tok. Atau teman penulis konten bisa membuat parodi di media sosial tentang pengaruh bencana pada kenaikan jumlah followers, apakah hal tersebut baik atau justru ironi tersendiri.

Bisa juga membuat ide "berbeda" dengan cara mengubah gaya kepenulisan. Masih dengan topik banjir Jakarta awal tahun ini, teman penulis bisa mengemas ide seperti surat ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Atau dapat pula menuliskannya dalam gabungan fiksi dan non-fiksi.

  • Menikmati pertarungan sesungguhnya

Mungkin terbaca berlebihan tetapi buat saya terkadang menulis, terutama untuk tulisan kreatif atau cerita fiksi, menghadirkan sensasi bertolak belakang. Di satu sisi, saya bisa senang memperoleh kesempatan menulis apa yang saya sukai atau menurut saya menarik, seperti pada poin 1 dan 2.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline