[caption id="attachment_38170" align="alignleft" width="201" caption="shutterstock"][/caption] Bagi sebagian ibu-ibu, judul tersebut cukup menggelitik rasa ingin tahu atau bahkan memicu emosi. Hal yang sama juga terjadi pada diri saya. Suatu ketika saya mendapat informasi dari teman yang juga sama-sama ibu muda bahwa dirinya memberikan anaknya yang belum 2 tahun namun di atas 1 tahun susu UHT. Saya pun terperanjat. Karena sejauh yang saya tahu, yang terbaik untuk anak balita (sampai dengan 2 tahun) adalah ASI. Setelah itu barulah susu formula mendapat tempat di hati ibu. Didorong oleh rasa ingin tahu yang menumpuk, saya pun melakukan penelitian kecil-kecilan, i.e browsing di Internet dan tanya sana sini termasuk ke beberapa dokter spesialis anak yang cukup terkenal dan reliable. Awalnya saya cukup bimbang dan ingin mencoba beralih untuk memberikan susu UHT untuk anak saya dengan alasan sebagai berikut:
- Dugaan komersialisasi susu oleh produsen susu formula, sehingga harganya terbilang cukup mahal (apalagi dengan konsumsi susu anak saya yang Alhamdulillah mampu menghabiskan 2-3 kaleng besar susu dalam 1 minggu).
- Kualitas susu formula telah melalui proses produksi yang panjang sehingga menghancurkan gizi utama dari susu, sehingga harus ditambah berbagai zat gizi lainnya. Sementara untuk susu UHT, proses produksinya hanya melalui pemanasan dengan waktu singkat hingga bakteri dalam susu tersebut hilang dan dapat dikonsumsi dengan aman. Dengan proses produksi yang lebih singkat, susu UHT dikatakan memiliki zat gizi yang lebih alami dan lebih mudah diserap.
Selanjutnya, saya berusaha mengkonfirmasi informasi tersebut pada beberapa dokter spesialis anak, yang kemudian menyanggah informasi tersebut sebagai informasi yang tidak benar dengan argumen sebagai berikut:
- Perkembangan otak yang paling signifikan terjadi di masa balita (yang terkenal dengan golden ages). Sehingga masa balita merupakan masa yang paling menentukan bagi kecerdasan seseorang. Nah untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal, selain dari stimulasi lingkungan juga berasal dari zat gizi yang dikonsumsi seorang anak. Zat gizi utama untuk otak anak adalah protein. Protein tidak hanya bersumber dari susu. Tapi cara termudah untuk memastikan bahwa jumlah protein yang dikonsumsi anak sudah optimal adalah dengan melalui minum susu. Hal tersebut bukan berarti makan makanan padat yang bergizi boleh ditinggalkan atau menjadi sunnah.
- Nilai protein dan gizi lainnya di dalam susu formula sudah terukur dan terformulasi, lain halnya dengan susu UHT yang tidak terukur. Menurut pendapat saya pribadi, jika seorang ibu yang ingin mendapatkan kualitas ASI yang terbaik untuk anaknya ia harus rela makan apa saja yang bergizi untuk kemudian disalurkan ke anaknya melalui ASI, apa bedanya dengan susu sapi? Nah, susu UHT yang notabene "murni" susu sapi, bukankah juga tergantung dengan apa yang dimakan oleh sang sapi?
Jadi, menurut saya (mohon dikoreksi atau minimal diinfokan jika ada argumen sebaliknya), adalah wajar jika susu formula itu memiliki kualitas dan nilai gizi yang lebih tinggi daripada susu UHT. Untuk diketahui, bahwa saya menulis ini merupakan pendapat saya pribadi dan tidak untuk menjatuhkan atau memenangkan pihak manapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H