Lihat ke Halaman Asli

Di Balik Kemarahan Ada Rasa Kasihan

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pada suatu hari, tahun 1940 hiduplah seseorang yang tinngal di Jepang. Dia tinggal bersama keluarganya dengan damai, walaupun tahun 1940 adalah saat Perang Dunia II. Mereka tinggal di daerah Hiroshima. Sebagai warga negara yang baik dia mengabdi sebagai seorang prajurit Jepang untuk melawan Amerika dan sekutu.

Tahun demi tahun berganti, pasukan demi pasukan gugur, hingga pada akhirnya, dia ditugaskan untuk melawan Sekutu di daerah Filipina. Dia ditugaskan di Filipina pada tahun 1945. Setelah sebagian musuh telah gugur, dia dan prajurit lainnya diizinkan oleh komanadan untuk beristirahat sejenak. Di saat dia beristirahat, temannya menyalakan radio yang langsung berhubungan dengan studionya di Jepang. Saat itu sang pembicara membacakan berita,”Beberapa menit yang lalu Jepang telah dijatuhi bom atom oleh Amerika. Ribuan warga sipil meninggal. Bom itu dilepas dan meledak di daerah Hiroshima”.

Mendengar hal itu, dia langsung tersentak kaget, karena keluarganya berada di Hiroshima. Dan kebenciannya kepada Amerika dan orang kristen makin meledak-ledak. Dia berjuang hingga Perang Dunia berakhir. Setelah perang berakhir, dia pulang dan langsung menghampiri pencatat korban. Dan dia melihat nama anggota keluarganya dalam kondisi telah meninggal. Pada tahun 1946 dia melamar pekerjaan di perusahaan yang cukup terkenal di Jepang. Dia bekerja dengan giat, hingga dia terus menerus naik jabatan. Tetapi dendamnya terhadap orang Kristen Amerika tetaplah ada.

Empat tahun kemudian, dia dikirim oleh perusahaannya untuk dinas ke Amerika. Ia menjalaninya dengan penuh tanggung jawab. Dan ternyata setelah dilacak, alamat pilot Amerika, pengebom kota Hiroshima berada dekat dengan daerah yang menjadi tempat dinasnya. Saat waktu luang, dia memanfaatkannya untuk bertanya pada orang sekitar tentang pilot tersebut. Di saat ini, kemarahannya hanya tertuju pada pengebom kota Hiroshima tersebut. Dia mulai meredam kemarahannya terhadap orang Amerika dan orang kristen. Setelah bertanya pada banyak orang dia memahami wajahnya, serta namanya.

Suatu hari, dia melihat si pilot pengebom kota Hiroshima tersebut sedang berjalan sambil menagis. Dia penasaran, tetapi dendamnya masih tetap ada. Dia berniat untuk membunuh si pilot. Dia terus mengikutinya, hingga pada akhirnya si pilot masuk ke gereja. Dari luar dia mendengarkan doa si pilot.

Si pilot berdoa,” Ya tuhan ku, maafkanlah aku atas dosaku yang sangat mendalam. Aku telah menghilangkan ribuan jiwa di kota Hiroshima, atas perintah komandanku. Tetapi, justru karena itu, tiap malam, selama lebih dari Empat tahun, aku terus dihantui oleh rasa bersalahku. Setiap malam pula aku tidak bisa tidur karena memikirkan dosaku. Tiap hari pula aku kesulitan makan karena aku memikirkan rasa bersalahku. ………………………”

Dari luar gereja dia turut menagis, karena bukan hanya dia yang benar benar terpukul oleh kejadian di Hiroshima. Mendengar hal itu, tiba-tiba saja rasa dendamnya terhadap orang Kristen dan orang Amerika lenyap. Dia berjalan meninggalkan gereja sambil menangis. Sejak saat itu, dia mulai mengetahui bahwa, kehidupan pembunuh massal tersebut jauh lebih sulit daripada kehidupannya sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline