Lihat ke Halaman Asli

MOHAMAD SYARIF HIDAYATULLOH

MAHASISWA DI UNU BLITAR

Mengenal Pendiri Pondok Pesantren Darur Roja

Diperbarui: 22 November 2024   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

KH. Muhammad Imam Dawami, yang juga dikenal sebagai Mbah Dawami, adalah seorang ulama dan pendidik Islam terkemuka yang berperan penting dalam mendirikan Pondok Pesantren Salafiyah Darur Roja' di Selokajang, Srengat, Blitar, Jawa Timur, Indonesia.

KH. Muhammad Imam Dawami lahir pada tanggal 19 Juni 1926, di Desa Joresan, Kecamatan Mlarak, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Pada masa kecil Mbah Dawami hidup di daerah dimana sosial budaya, ekonomi, politik, dan keagamaan yang tidak menentu. Hal ini disebabkan karena adanya tekanan dari Pemerintah Belanda terhadap masyarakat, sehingga keadaan tersebut menyebabkan keluarga Mbah Dawami mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Walaupun Mbah Dawami kecil hidup di zaman Kolonial Belanda secara keilmuan beliau terjamin, hal tersebut terjadi karena Mbah Dawami terlahir dari kalangan Priyayi yang mana beliau bisa menimba ilmu di berbagai Pondok Pesantren, sehingga menjadikan beliau masuk pada kelompok santri.

Perjuangan Mbah Dawami dimulai sekitar umur 19 tahun di bulan Oktober 1945. Saat itu, NU mengeluarkan Resolusi Jihad yang memobilisasi anggotanya untuk membela kemerdekaan Indonesia. Sebagai salah satu daerah yang memiliki banyak pesantren, turut berkontribusi dalam semangat Resolusi Jihad. Banyak santri dari Ponorogo yang terlibat aktif dalam perjuangan, mengikuti seruan KH Hasyim Asy'ari untuk mempertahankan kemerdekaan. Dengan jiwa seorang santri yang patuh pada perintah guru/kyai, Mbah Dawami ikut berjuang di bawah komando KH. Zarkasi (Ponorogo) dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Hanya berbekal keyakinan 'mati tertembak akan masuk surga' yang dijadikannya kekuatan saat berdiri di medan pertempuran serta dengan menggunakan pakaian seadanya. Mbah Dawami bergabung dalam barisan Laskar Hizbullah saat usia beliau menginjak umur 21 tahun. Namun, karena keahlian dan semangatnya beliau mampu menumpas lawan sehingga hal tersebut membuat Mbah Dawami dipilih menjadi pemimpin Laskar Hizbullah Ponorogo. Sebelum Mbah Dawami beserta anggota Laskar Hizbullah lainnya dikirim ke Surabaya dalam pertempuran melawan Belanda 1946 silam, mereka terlebih dahulu dilatih di Batalion Yudo (sekarang Kodim 0802 Ponorogo) yang berada dibawah komando Mayor Jenderal TNI Suprapto Sukowati. Setiap hari mereka dilatih di lapangan Desa Brotonegaran, mereka diajarkan menggunakan senjata, penyamaran, dan taktik perang gerilya. Setelah melakukan latihan di batalion, mereka ditugaskan ke Surabaya dengan mengendarai kereta, dimana kereta tersebut mengangkut pasukan-pasukan dari berbagai kelompok di Ponorogo. Saat perjalanan menuju ke Surabaya terdengar suara tembakan dari berbagai arah, suara itu berasal dari senapan tentara Belanda yang melakukan pencegatan. Kereta yang ditumpangi oleh Mbah Dawami beserta anggota Laskar Hizbullah lainnya tertembak senapan secara beruntun dari pasukan Belanda. Alhamdulillah, peluru yang ditebakkan tidak mengenai kereta, hanya mengenai pohon. Tak hanya mendapat pencegatan saat perjalanan, setibanya di Surabaya Mbah Dawami juga mengalami situasi menegangkan, dimana dentuman bom dan tembakan kala itu menewaskan salah satu dari anggota Laskar Hizbullah. Bahkan, helm yang digunakannya untuk perang terserempet timah panas. Alhamdulillah, Mbah Dawami masih diberi keselamatan. Setahun kemudian setelah perang di Surabaya mereka melanjutkan perang di Madiun.

            Di Madiun Mbah Dawami ikut andil dalam organisasi Pembela Tanah Air (PETA) di bawah pimpinan Soeprapto, Usahanya sangat penting dalam menekan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun pada tahun 1948 dengan berpura-pura mendukung Front Demokrasi Rakyat (FDR), kemudian menangkap dan menetralisir pasukan FDR ketika mereka menerima tambahan senjata dari Pacitan.

            Setelah perjuangan di Madiun beliau ditugaskan ke Banyuwangi, disana beliau tidak hanya berperang mempertahankan kemerdekaan tetapi juga menimba ilmu agama. Setelah beberapa tahun berjuang di Banyuwangi beliau dipindahkan tugas ke Blitar.

Di Blitar Mbah Dawami mendapatkan tugas menangkap dan menetralisir anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) yang mana di daerah Srengat yang biasa di sebut dengan kaum abangan. Beliau taksemerta-merta menangkap semua yang menjadi anggota kaum abangan, beliau hanya menangkap dedengkot kaum abangan yang berpotensi memberontak. Beliau bahkan melindungi kaum abangan yang notabanenya hanya ikut serta karena kurang pahamnya agama dan keyakinan. Kebijaksanaan dari Mbah Dawami akhirnya beliau dijodohkan dengan Ibu Fatimatuz Zahro Putri dari Mbah Marzuki -- Mbah Murtini Muninggar Pengasuh Pondok Pesantren di daerah Selokajang (Sekarang menjadi Masjid Nurul Iman Selokajang). Setelah menikah dengan Ibu Fatimatuz Zahro perjuangan Mbah Dawami tidak berhenti begitu saja, bahkan beliau tetap terus berjuang dengan cara silaturahim dari satu rumah kerumah yang lain. Awalnya beliau hanya silaturahim biasa, sesekali beliau memberikan air suci (suwuk). Lambat laun beliau sedikit demi sedikit memberikan pengetahuan tentang agama dengan cara mengkolaborasikan agama dan budaya yang ada di daerah Selokajang. Dakwah beliau sangat diterima oleh kaum abangan, sehingga masyarakat daerah Selokajang tidak segan bertanya kepada Mbah Dawami dan bahkan mengusulkan untuk membuat kegiatan bersama. Dengan begitu, terciptalah kegiatan rutinan membaca Yasin yang diselenggarakan setiap seminggu sekali dari rumah kerumah.

Mbah Dawami mendirikan rumah di sebelah timurnya pondok yang ada di di daerah Selokajang (Sekarang menjadi Masjid Nurul Iman Selokajang). Dengan mendirikannya rumah menjadikan tonggak awal perjuangan beliau di bidang pendidikan dan keagamaan. Banyaknya masyarakat yang ingin belajar agama akhirnya beliau mendirikan sebuah masjid, walaupun masjid tersebut tidak difungsikan untuk beribadah sholat jum'at. Masjid Darur Roja' didirikan hanya untuk menampung masyarakat untuk menimba ilmu agama dan juga praktik sholat. Diluar mengajarkan ilmu agama di rumah, beliau juga aktif mengikuti organisasi kemasyarakat. Tepat pada tanggal 11 juli 1954 Masehi beliau dikaruniai putra yang diberikan nama Noer Hidayatulloh.  Pada tanggal 1 Agustus 1968 Masehi, dengan hasil musyawaroh bersama para tokoh agama dan juga tokoh masyarakat selokajang dengan simbolik beliau menandatangani pendirian Madrasah Ibtidaiyah dengan nama Sekolah Dasar Islam Wahid Hasyim. Awal mula sekolah ini bertempat di bangunan milik Masjid AL -- Huda dusun Ngluweng, yang mana Masjid tersebut menjadi pusat kegiatan, siang untuk kegiatan belajar mengajar SD Islam Wahid Hasyim dan malamnya untuk mengaji. Semakin tersohornya Mbah Dawami dikalangan masyarakat Selokajang sedikit demi sedikit ada yang menitipkan putra putrinya di rumah Mbah Dawami. Tidak hanya Mbah Dawami saja yang mengajarkan ilmu agama tetapi Ibu Fatimatuz Zahro juga mengajarkan membaca Al-Qur'an kepada santri perempuan. Semakin banyaknya yang ingin mengaji kepada Ibu Fatimatuz Zahro' sehingga rumah beliau tidak cukup untuk menampung santri perempuan, sehingga dibangunlah mushola kusus untuk perempuan yang mana tempatnya berada di sebelah selatannya Masjid Darur Roja'. Karena asyiknya dan nikmatnya belajar ilmu agama sesekali para santri tidur dimushola beliau. Setelah berdirinya mushola dan adanya murid yang menetap di mushola maka agar lebih afdol dan agar mushola tetap menjadi fungsinya yaitu ibadah maka dibangunlah ruangan yang ada di sebelah utaranya mushola untuk tempat tidur laki-laki. sayokyanya seorang santri kepada gurunya, tepat pada tahun 1973 Mbah Dawawi sowan ke ndalemnya gurunya, beliau mendapatkan amanat agar mendirikan pondok dengan nama Darur Roja'. Setelah berdirinya Pondok Pesantren Darur Roja' semakin banyak pula yang mengaji ke Mbah Dawami. Tepat pada tahun 1976 beliau mendirikan Madrasah Diniyah (Madin).

Suatu saat adanya Pro Kontra antara para tokoh agama di sekitar Masjid dengan dalih Masjid tersebut diwaqofkan untuk Masjid bukan untuk Lembaga Formal beliau mencarikan solusi dengan cara mencari tanah dari masyarakat yang mau di jadikan bangunan sebagai pusat pendidikan formal. Ada salah satu warga yang mau tanahnya didirikan lembaga formal tepatnya di sebelah timur rumah Mbah Dawami. Masa transisipun terjadi mula-mula SD Islam Wahid Hasyim kelas Bawahnya (kelas 1-3) tetap berada di bangunan dekat masjid Ngluweng, sedangkan kelas atas (kelas 4-6) di timurnya rumah Mbah Dawami. Sampai selesailah pembangunan untuk 6 kelas  di timurnya rumah Mbah Dawami, akhirnya pusat pendidikan formal SD Islam Wahid Hasyim berpusat pada timur rumahnya Mbah Dawami.

Dekatnya jarak SD Islam Wahid Hasyim dengan rumah Mbah Dawami, setiap pagi beliau berkeliling halaman SD Islam Wahid Hasyim. Jika ada satu saja daun yang jatuh dan tidak ada yang membersihkannya siapapun yang ditemui beliau pertama kali beliau tidak segan untuk menegur agar tetap menjaga kebersihan. Tidak hanya menekankan kebersihan, kedisiplan juga beliau tanamkan kepada semua warga SD Islam Wahid Hasyim. Jika ada yang terlambat, beliau tidak segan-segan untuk menegurnya. Uniknya setelah beliau menegur kepada siapapun, setelah kejadian tersebut tidak membuat sikap beliau terus menerus marah kepada yang melakukan kesalahan, seolah-olah beliau melupakan kesalahan yang dilakukan guru/murid.

diceritakan adanya mitos di selokajang bahwa siapa saja yang menunaikan ibadaah haji, setelah pulang akan meninggal. Sehingga banyak masyarakat selokajang yang tak berani untuk menunaikan ibadah haji. Dan untuk meyakinkan masyarakat pentingnya untuk menunaikan ibadah haji Mbah Dawami beserta putra tertuanya KH. Noer Hidayatulloh menunaikan ibadah haji bersama. Setelah itu baru masyarakat selokajang sedikit demi sedikit ikut menunaikan ibadaah Haji.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline