Lihat ke Halaman Asli

Theresia Sumiyati

https://www.kompasiana.com/theresiasumiyati8117

Untung Saya Mengenalkan Buku Sejak Awal

Diperbarui: 17 Mei 2021   19:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Untung Saya Mengenalkan Buku Sejak Awal          

          "Ma mulutku capek membaca, tetapi di dalam sini gak mau diam.

Kalimat itu dikatakan oleh anak saya yang saat itu masih usia SD. Ia sudah mulai suka membaca sejak masih TK. Tak tahu kapan persisnya ia bisa membaca. Tahu-tahu sudah bisa membunyikan rangkaian huruf dengan lantang. Tentu hal ini sangat menggembirakan saya. Secara otomatis tugas untuk mengajar membaca bisa berkurang. Memang ada lembaga yaitu sekolah yang berkewajiban mengajar anak untuk  bisa membaca dan menulis. Akan tetapi orangtua tak bisa begitu saja menyerahkan semua itu ke sekolah.

Mengenalkan buku sejak dini perlu dilakukan. Dengan tujuan untuk menumbuhkan kecintaan anak pada buku. Ada pepatah yang mengatakan, "Tak kenal maka tak sayang". Anak akan mencintai buku jika ia mengenalnya. Ia akan mencari tahu ada apa dengan buku, bagaimana isinya, dan apa manfaatnya bagi kehidupan.

Pengalaman saya mengenalkan buku sejak anak-anak masih kecil. Dari sejak ia balita sudah saya kenalkan tentang buku dengan gambar-gambar yang besar dan warna yang mencolok. Memang pada saat itu hanya kerugian yang saya dapatkan. Karena buku-buku tersebut semakin habis lembar demi lembar karena disobek setiap hari. Saya harus membelinya lagi, dan kejadian sobek menyobek buku terjadi lagi.

Pada usia selanjutnya saya mengenalkan buku kepada anak saya dengan membacakan cerita dari buku tersebut. Untuk tahap ini tangannya sudah bisa terkendali untuk tidak merusak buku. Memang belum bisa membaca. Yang dilakukan adalah menikmati gambar yang ada dalam buku tersebut. Kadang-kadang imajinasinya mulai bermain. Maka sering saya mendengar ocehan anak saya seakan membaca yang sebenarnya, padahal ia hanya melihat gambar. Huruf-huruf  belum bisa dicerna. Pokoknya lihat buku ada gambarnya kemudian mulutnya mengeluarkan suara seakan-akan sudah fasih membaca.

Saat memasuki usia sekolah, pengenalan tentang buku saya tingkatkan. Ia mulai mengenal huruf satu demi satu dieja hingga bisa membaca banyak tulisan yang ada dalam buku tersebut. Pada tahap ini pendampingan untuk proses membaca selain didapatkan dari sekolah, saya ikut membantunya. Memberi tambahan dan latihan sewaktu anak di rumah. Untuk  anak kedua, saya tak perlu lagi susah-susah untuk mengenalkan buku. Dengan melihat kakaknya sering memegang dan membaca buku dia mengikuti kebiasaan itu. Buku menjadi sebuah kebutuhan, seperti mereka membutuhkan mainan.

Mereka semakin mencintai buku, keinginan untuk membaca semakin besar. Banyak buku yang ingin dibacanya. Memang tak semua buku saya beli, anak-anak bisa memanfaatkan perpustakaan sekolah untuk membaca lebih banyak buku yang diinginkan.

Selain itu pada saat tertentu saya memberikan hadiah buku kepada mereka. Misalnya pada saat ulang tahun, atau pun saat kenaikan kelas. Ketika saya bepergian oleh-oleh buku sepertinya lebih menarik bagi mereka.

Yang saya rasakan sebagai orangtua, anak-anak menjadi lebih mencintai buku. Banyak hal yang tak didapatkan di sekolah tetapi  bisa diperoleh dengan membaca buku. Saya tak merasa rugi mengenalkan buku sejak awal kepada anak-anak saya. Kini gantian anak-anak yang menghadiahi saya buku. Mereka bisa memilih bacaan yang sesuai dengan apa yang menjadi kesukaan saya. Kalau dulu saya tak mengenalkan buku kepada mereka, mungkin saya tak akan mendapatkan hadiah buku dari mereka.

Mau dicoba?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline