Suatu ketika, anak sekolah menengah atas (SMA) telah menyelesaikan sekolahnya, tibalah pengumuman kelulusan bagi mereka. Hasil pengumuman membawa kabar baik, bahwa semua anak kelas XII lulus 100 %. Setelah mendengar kabar baik itu, salah seorang siswa bernama Ester mulai membenahi mimpinya. Ia memiliki cita-cita dan keinginan untuk menjadi pelayan Gereja dan melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Teologi.
Keinginannyaitu membuat dia sangat aktif mencari tahu info-info mengenai sekolah teologi, baik melalui website perguruan maupun melalui mahasiswa-mahasiswi sekolah teologi. Media sosial yang Ester miliki digunakannya untuk menghubungi para calon seniornya itu. Silih bergantinya waktu, tibalah keluar pengumuman pembukaan pendaftaran sekolah teologi yang hendak Ester masuki. Di dalam pengumuman telah jelas semua dipaparkan, dari list syarat-syarat pendaftaran hingga pembayaran uang sekolah.
Dari beberapa persyaratan, ada persyaratan yang termasuk syarat paling penting di dalam pendaftaran. Setiap peserta didik yang mau mendaftar ke sekolah teologi tersebut, harus telah lulus seleksi psikotest yang diadakan di salah satu fakultas psikologi yang telah dipilih perguruan tinggi teologi tersebut.
Kemudian, Ester pun belajar memahami berbagai jenis psikotest dengan menggunakan buku psikotest. Jika ada yang sulit ia pahami, maka ia pun menggunakan media sosial berupa youtobe untuk melihat cara pengerjaannya. Sementara itu mahasiswa dan mahasiswi yang menjadi sumber informasi tadi tetap Ester berdayakan sebagai sumber update informasi bagaimana mereka menghadapi psikotestnya. Berbagai jenis respon ia terima, ada yang hanya menanggapi dengan baik, ada juga yang hingga berkenan membantu dengan membagi pengajaran kepada Ester.
Ester begitu senang dengan tanggapan baik yang ia terima dari semua mahasiswa dan mahasiswi yang ia tanyai. Kekegumannya pun terhadap mahasiswa semakin membangkitkan semangat dia untuk masuk sekolah teologi. Suatu ketika, ia chatingan dengan seorang mahasiswa teologi yang mana ia mengetahui bahwa Ester perlu bimbingan belajar untuk masuk sekolah teologi itu. Tetapi Ester adalah anak yang baik, ia mengerti situasi orang tuanya. Dan ia pun tidak mau semakin mempersulit orang tuanya dengan pengeluaran yang semakin banyak. Ester pun memilih untuk melewati psikotest dengan belajar mandiri.
Tibalah hari bagi Ester mendaftarkan diri untuk mengikuti psikotes tersebut. Secara waktu, gelombang ujian Ester cukup lama, diakibatkan waktu Ester yang terhambat dengan aturan larangan mudik oleh pemerintah di beberapa waktu ini. Tetapi Ester tetap bersabar menunggu dan terus berlatih.
Karena hari menjelang Psikotest Ester sudah dekat, dan jarak rumah Ester ke fakultas tempat pelaksanaan psiko test pun jauh, jadi begitu selesainya aturan larangan mudik yang dibuat oleh pemerintah, Ester pun langsung mengatur schedule pemberangkatan. Ia memakai kendaraan umum karena orangtuanya tidak dapat menghantarkan dia.
Di satu sisi, Ester sedih dan sebenarnya ia sangat berharap, orangtunya dapat menghantar dia. Lagi pun, ini kali pertamanya Ester akan jauh dari keluarganya. Di lain sisi, Ester memperkuatkan hatinya, karena ini saatnya ia menjadi mandiri, dan untuk menggapai cita-citanya. Sekalipun dalam beberapa waktu sebelum keberangkatannya, ia telah berapa kali meneteskan air mata.
Tetapi Ester tidak mau patah semangat. Ia tetap semangat dan berdoa kepada Tuhan. Menyerahkan segala perencanaannya, dan semoga ia dapat lulus dalam psikotest itu. Dan ia pun telah memahami serta meyakini Tuhan. Apabila nanti ia tidak dapat lulus dalam test tersebut, maka Tuhan memiliki rencana lain terhadap dia. Terpenting dia telah berani mencoba, telah semangat dan berusaha, urusan hasil biar Tuhan yang berkendak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H