Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi beras yang tinggi. Menurut Shalahuddin et al. (2019), jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat setiap tahun mendorong peningkatan konsumsi beras secara signifikan. Namun, peningkatan konsumsi beras ini memiliki dampak lain yang tidak dapat diabaikan, yakni peningkatan jumlah penderita diabetes.
Apa Itu Beras Analog?
Beras analog adalah jenis beras yang tidak terbuat dari padi, melainkan dari bahan dasar seperti tepung jagung, singkong, sagu, atau umbi-umbian lainnya. Meskipun bukan berasal dari tanaman padi, beras analog mampu menawarkan kandungan nutrisi yang tidak kalah dari beras konvensional, bahkan dalam beberapa aspek bisa lebih unggul.
Namun, proses pembuatan beras analog tidak sederhana. Berbagai fenomena kimia terlibat dalam memastikan produk akhir memiliki rasa, tekstur, dan kualitas gizi yang baik. Berikut adalah beberapa proses kimia penting yang terjadi dalam pembuatan beras analog.
1. Gelatinisasi Pati
Proses pertama adalah gelatinisasi pati, di mana pati dari bahan dasar menyerap air dan membengkak ketika dipanaskan. Pada saat pemanasan, ikatan hidrogen antara molekul amilosa dan amilopektin terputus, menyebabkan amilosa keluar dari granula pati. Proses ini penting untuk membentuk tekstur yang mirip dengan beras nasi
2. Retrogradasi Pati
Setelah proses gelatinisasi, ketika suhu diturunkan, viskositas bahan akan meningkat. Pada suhu rendah, amilosa yang telah keluar dari granula pati akan melepaskan air (sineresis) dan dapat mengkristal kembali. Pengkristalan ini menyebabkan beras analog menjadi lebih padat dan keras, memberikan tekstur yang mirip dengan beras nasi.
3. Penggunaan Hidrokoloid
Untuk meningkatkan tekstur, stabilitas, dan ketahanan terhadap penggumpalan, hidrokoloid seperti gum, guar, dan karagenan sering digunakan dalam pembuatan beras analog. Hidrokoloid ini bertindak sebagai agen pembentuk gel dan pengental, sehingga menciptakan tekstur yang lebih mendekati beras padi.
4. Reaksi Maillard