Anakku yang pendiam
Michael anak keduaku, cenderung pendiam, tidak banyak cerita, tetapi kalau memiliki keinginan akan berjuang keras untuk mendapatkannya.
Abitur atau ujian akhir SMA tidak lama lagi. Semua kegiatan dikurangi, mulai dari pergi ke sport hall main handball, berhenti dari pekerjaan sampingan untuk mendapatkan tambahan uang saku, pergi dengan teman-teman juga tidak lagi sesering dulu.
Yang ada saat itu cuma belajar dan belajar dan belajar.
Karena masuk ke universitas di Jerman tidak pakai tes tetapi berdasarkan nilai, atau numerus Clausus. Hanya mereka yang memiliki nilai 1 koma bisa masuk ke jurusan yang diinginkan.
Suka ikut tes
Suatu saat Michael pamit mau pergi ke Frankfurt untuk mengikuti tes Toefl. Michaelku yang pendiam itu sama sekali tidak pernah bercerita mengapa harus mengikuti tes Toefl. Aku cuma bisa mendoakan supaya lulus tes dan hasilnya bagus.
Aku heran, kok ya masih sempat-sempatnya belajar untuk mempersiapkan tes Toefl kan tidak lama lagi abitur.
Terdengar deru mobil masuk ke halaman, segera aku keluar dan membuka pintu, tidak sabar mendengar cerita hasil tesnya.
Michael keluar dari mobil dan tersenyum kecil, "Aku lulus tes Toefl, bukan yang terbaik tapi cukup untuk kuliah berbahasa Inggris"
Aku bilang, "Was, apa? Mau kuliah dalam bahasa Inggris? Bukankah di Jerman banyak universitas bagus? Dan tidak harus dalam bahasa Inggris?"