Pulau Kreta, di Laut Tengah milik Yunani itu, merupakan pulau bergunung-gunung yang kering dan tandus. Tidak heran, karena pulau tersebut lebih dekat ke daratan Afrika ketimbang ke daratan Eropa.
Dalam setahun yang terdiri dari 12 bulan itu hanya 3 bulan turun hujan, yaitu di musim dingin, antara Desember dan Maret.
Setiap negeri memiliki keindahannya masing-masing. Pada saat mendarat di Pulau Kreta, turun pesawat dan memandang hamparan pegunungan yang kering dan tandus, dengan laut biru dan pantai pasir putihnya, mengingatkanku akan Gunung Kidul di Yogyakarta, kering dan tandus di musim kemarau dengan pantai indahnya tetapi tetap indah dan ngangeni.
Saya terima keindahan pulau Kreta dan meletakkan kekangenan dan kerinduanku akan gemercik air di lereng gunung merapi Kaliurang Yogyakarta. Sambil membisikan doa dalam hatiku, "Oh Yang Maha Tinggi, enyahkanlah segera pandemi dari muka bumi, supaya kami bisa menebus kangen kami akan kampung halaman dan memeluk orang-orang kesayangan."
Ada berbagai kemungkinan kegiatan yang kami lakukan dalam liburan ini. Sebelum kami berangkat ke suatu tujuan wisata, kami berunding dan berdiskusi ke mana saja tempat-tempat yang akan kami kunjungi. Ada beberapa pertimbangan dalam memilih tempat yang akan kami kunjungi:
1. Melihat, mengunjungi pantai-pantai biru dengan pasir putihnya, mandi dan bermalas-malas dan berjemur matahari.
Model liburan seperti ini jujur bukan untuk saya, tetapi saya adalah ibu harus tenggang rasa dengan anak-anak dan suami, yang selama ini kerja keras memeras otak dan tenaga di kantor dan di uninya.
Tidak heran kalau mereka ingin mandi di laut yang hangat, merasakan deburan ombak dan menikmati hangatnya matahari sepenuh-penuhnya, di mana amat langka kehangatan sinar matahari.
Tipe orang Jerman, mereka bekerja dengan seluruh hati, jiwa raga dan cintanya, tetapi kalau berlibur juga 100 persen, dengan seluruh hati, jiwa dan raganya.
2. Mengunjungi tempat-tempat bersejarah, museum, biara dan gereja-gereja tua di Kreta.