Lihat ke Halaman Asli

Theresa Karlianti

I'm a Public Relations Student in President University

Meng-influence Tanpa Perlu Menjadi Influencer

Diperbarui: 13 April 2021   19:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua orang bisa memberi influence tanpa menjadi influencer (Sumber Desain: Ania Clara Jadibata)

Bisakah orang biasa menjadi Influencer?

Pada era penggunaan teknologi digital yang masif, istilah 'Influencer' sudah menjadi bagian dari  kosa kata yang umum di hidup kita. Saat kita mendengar kata Influencer, pikiran kita mungkin langsung tertuju pada seseorang yang terkenal dan memiliki peran penting, mungkin artis atau bahkan orang yang familiar dengan kita dan terkenal di Instagram (sering disebut selebgram). Tapi apakah memang itu arti Influencer yang sebetulnya?

Istilah Influencer pada umumnya bermakna seseorang yang memiliki kekuatan untuk memengaruhi keputusan orang lain karena dia memiliki otoritas, pengetahuan, atau hubungan yang kuat dengan audiensnya. 

Para Influencer era ini biasanya handal dalam memanfaatkan dan mengelola sosial media pribadinya agar disukai dan dipercayai oleh followers dan audiens mereka, sehingga apa yang mereka pakai, sampaikan, atau lakukan, bisa menginspirasi dan memengaruhi para followersnya untuk melakukan aksi yang diinginkan.

Dengan akses sosial media yang dapat dijangkau oleh semua orang dari berbagai kalangan, membuat setiap orang bisa saja menjadi Influencer. Bagaimana tidak, setiap orang dijamin kebebasannya untuk menyampaikan pendapat. 

Kegiatan yang kita lakukan di sosial media, dari yang bersifat besar dan resmi seperti online social campaign dan buzzer profesional hingga kecil dan pribadi seperti membagikan tautan atau gambar berasal dari sumber yang disebutkan sebelumnya, tanpa kita sadari bisa dengan mudah menjadi awal bagi tindakan orang lain. 

Pada kenyataannya, orang cenderung lebih memercayai pengaruh implisit dari seseorang yang dekat dan familiar dengan mereka daripada  pengaruh eksplisit dari seseorang yang mereka tahu memang sedang berniat memengaruhinya. Bisa disimpulkan, kita tidak perlu menjadi influencer besar dan terkenal terlebih dahulu untuk memiliki kekuatan itu.

Adanya kesadaran bahwa apapun yang kita katakan atau lakukan bisa memengaruhi orang lain seharusnya menjadi awal agar kita bisa lebih bijak dalam bersosial media. Hak yang kita miliki ada dengan dibarengi oleh etika dan peraturan penggunaan yang bijak. Pengaruh yang kita berikan bisa berupa hal baik maupun buruk. 

Salah satu contoh bijak dalam bersosial media, yang dijadikan inspirasi campaign sosial Mahabharata Ing Internet, yaitu aksi perubahan iklim yang dimulai oleh Greta Thunberg dan kemudian menjadi masif di seluruh dunia karena viral oleh sosial media. Kini, ada banyak video dan artikel yang dibagikan di sosial media tentang cara menanggulanginya, cara mengurangi resikonya, dan masih banyak lagi. 

Pada dasarnya, yang para Influencer lakukan tidak akan cukup jika kita hanya secara pasif menyimak saja sebagai audiens bukan sebagai pengikut. Dengan dimulainya pembahasan yang cara penyampaiannya menimbulkan minat dan reaksi bagi orang lain, efek domino mengakibatkan banyak orang terpengaruhi dan mengerti keseriusan hal yang kita diskusikan, sehingga dalam kasus ini segala kegiatan yang dapat mengurangi resiko perubahan iklim bisa dilakukan segera.

Langkah awal yang mungkin bisa kita lakukan sebagai individu yaitu dengan menggunakan sosial media pribadi kita untuk berani menyampaikan pendapat dengan cara membahas hal yang menjadi perhatian bagi kita. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline