Perdebatan mengenai penerapan praktik euthanasia masih menjadi topik hangat yang tak pernah luput setiap tahunnya. Beberapa negara, seperti Belanda, Amerika, dan Australia melegalkan euthanasia sebagai upaya dalam mengurangi rasa sakit pasien terminal menjelang ajalnya. Hal itu didukung oleh Belanda sebagai negara pertama di dunia yang melegalkan euthanasia dalam undang-undangnya tentang pengakhiran hidup tahun 2001, lalu putusan pengadilan Amerika yang mengesahkan euthanasia dibantu dokter, dan Australia yang mengeluarkan undang-undang euthanasia sukarela pada tahun 2017. Namun, Indonesia sendiri masih melarang keras praktik euthanasia karena tidak sejalan dengan prinsip hukum, moral, dan legal etik dikutip dari siplawfirm.
Menurut WHO, euthanasia merupakan suatu tindakan yang dilakukan seseorang untuk menyebabkan kematian tanpa rasa sakit dalam kasus penyakit terminal atau koma yang tidak dapat disembuhkan. Kondisi pasien yang menderita secara fisik, emosional, atau spiritual yang tidak dapat dikendalikan dengan perawatan medis maupun analgesik. Dalam hal ini, euthanasia bertujuan untuk mengurangi penderitaan yang pasien alami.
Mengapa euthanasia menjadi perdebatan?
Praktik euthanasia menimbulkan perdebatan antara pihak pro dan kontra. Negara lain yang melegalkan euthanasia adalah Swiss. Swiss menjadi satu-satunya negara yang mengizinkan euthanasia atau tindakan bantuan kematian yang dilakukan oleh non-dokter dengan persetujuan pasien. Swiss melegalkan praktik euthanasia untuk menghormati keputusan hidup pasiennya. Berdasarkan prinsip etik, hak pasien atau otonomi pasien berarti memberikan pasien ruang untuk mengambil keputusan terkait perawatan pasien, bahkan ketika keputusan pasien bertentangan dengan dokter (Sedig, 2016).
Inggris menjadi negara yang tidak mendukung euthanasia dengan alasan semua bentuk kematian yang dibantu (euthanasia) tetap ilegal dan dapat dipertimbangkan di bawah hukum pidana pembunuhan, atau di bawah Undang-Undang Bunuh Diri (1961), tergantung pada situasinya (Picón-Jaimes et al., 2022). Seain itu, Indonesia juga yang melarang euthanasia karena Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi HAM dan menganggap euthanasia sebagai pembunuhan (Fontalis et al., 2018).
Perdebatan pihak pro dan kontra dilihat dari segi prinsip etik dan hukum akan menjadi perdebatan yang panjang. Setiap negara memiliki pandangan dan pendapatnya sendiri terkait euthanasia. Di sisi lain, terdapat praktik perawatan paliatif yang disandingkan dengan praktik euthanasia. Praktik perawatan paliatif berbanding terbalik dengan praktik euthanasia dan dianggap sebagai praktik yang lebih manusiawi untuk pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa.
Perawatan paliatif di Indonesia
Menurut WHO, perawatan paliatif adalah pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga mereka yang menghadapi masalah penyakit yang mengancam jiwa. Perawatan ini mencegah dan mengurangi penderitaan baik fisik, psikososial maupun spiritual. Perawatan paliatif paling efektif bila dilakukan sejak awal perjalanan penyakit. Perawatan paliatif dini tidak hanya meningkatkan kualitas hidup pasien, tetapi juga mengurangi rawat inap yang tidak perlu dan penggunaan layanan perawatan kesehatan.
Berdasarkan Kemenkes RI tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Paliatif, pelayanan paliatif terbaik berhak didapatkan pasien hingga akhir hayat dan pelayanan paliatif sapat mengurangi penderitaan menjadi hal yang sangat diutamakan ketika usaha untuk mencapai kesembuhan tidak lagi memungkinkan. Dengan dasar itulah yang menguatkan Indonesia dalam menerapkan perawatan paliatif sebagai perawatan terakhir pasien terminal.
Bagaimana perawatan paliatif dipandang sebagai praktik yang manusiawi?