Lihat ke Halaman Asli

therealkhana

Menulis menyenangkan diri sendiri dan bermanfaat bagi orang lain

Sejarah Ladang Timah Terbesar di Indonesia dan Pemicu Ketidakpuasan

Diperbarui: 30 Maret 2024   09:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: www.pexels.com/Vlad Chean 

Perkara timah baru-baru ini kembali bergemuruh. Pasalnya tidak lain adalah karena tertangkapnya beberapa oknum yang dikenal di media sosial, yang membuat kasus ini kian meningkat tajam dalam waktu singkat. Tidak main-main, kerugian negara yang diduga diakibatkan tindakan tidak bertanggung jawab tersebut menyentuh angka 271 triliun rupiah. Sungguh bukan nilai yang remah-remah. Tidak hanya aparat hukum, para netizen pun bergerak cepat untuk memunculkan beragam informasi yang sebelumnya tidak terlirik masyarakat. 

Berbicara tentang timah, tentu saja pandangan kita akan langsung menjurus pada sebuah provinsi di Indonesia yang sejak tahun 2000 mengalami pemekeran dari provinsi Sumatera Selatan. Benar, provinsi Bangka Belitung dinobatkan sebagai provinsi penghasil timah terbesar di Indonesia. Merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Propinsi Bangka Belitung, terdapat 6 kabupaten, 1 kotamadya, 36 kecamatan, dan 326 Kelurahan/Desa di Bangka Belitung. 

Berbicara tentang sejarah penambangan timah di provinsi Bangka Belitung, kita akan diajak berkelana ke masa kolonial Belanda, di mana terdapat tiga tiga perusahaan pertambangan Timah yang didirikan kala itu. Ketiga perusahaan itu adalah Bangka Tin Winning Bedrijft (BTW), Gemeenschaappelijke Mijnbouw Maatschaappij Biliton (GMB), dan Singkep Tin Exploitatie Maatschaappij (SITEM). Pekerja tambang yang dipekerjakan kolonial Belanda kala itu didatangkan langsung dari daratan China. Inilah yang kemudian menjadi asal muasal suku Tionghoa menetap secara turun-temurun di Bangka Belitung. 

Ketiga perusahaan tadi kemudian dinasionalisasi pada tahun 1953 sampai tahun 1958.  Di mana, BTW menjadi PN Tambang Timah Bangka, GMB menjadi PN Tambang Timah Belitung, sedangkan SITEM menjadi PN Tambang Timah Singkep. Kemudian, pada tahun 1968 ketiga perusahaan tersebut dilebur menjadi satu perusahaan yang bernama PT Tambang Timah. Dan baru pada tahun 1995, Pemerintah melakukan privatisasi dan mencatatkan saham PT Tambang Timah di Bursa Efek Jakarta, Surabaya, serta London. Nama perusahaan kemudan diubah menjadi PT Timah (Persero) Tbk. 

Penduduk asli Bangka Belitung baru diperkenankan bekerja baru pada saat penambangan timah dikuasai PT Tambang Timah. Posisi penduduk asli yang hanya berstatus sebagai pekerja rendahan, sementara posisi menengah sampai dengan atas dipegang oleh mereka yang berasal dari luar daerah yang menjadi cikal bakal ketidakpuasan. Adanya kesenjangan, baik dari sisi pemberian fasilitas maupun perlakuan istimewa lainnya memicu kecemburuan sosial. Hal tersebut, yang kemudian menjadi pemicu kian banyaknya muncul tambang rakyat di provinsi Bangka Belitung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline