Dalam waktu dekat akan terjadi babak baru bagi STT di Indonesia. Per-Agustus katanya Dirjend Bimas Kristen sudah tidak mau tanda tangan ijazah STT, alias, "loe mau mati, mau hidup bukan urusan gua." Padahal mereka gencar memberi ijin2 dan melabrak ketentuan2 yang seharusnya (sudah jadi rahasia umum, bisik2 orang2 STT akan pendekatan proyek dari Depag ini.
Pantaslah dari dulu Depag sebagai salah satu departemen paling korup di republik ini). Sebenarnya STT itu ngak perlu masuk ke BAN-PT. 95% lulusan STT ke dunia pelayanan gereja, biarkan pemakai lulusannya yang concern mengatur standar mutu, krn mereka yang berkepentingan. Cukup STT dimintakan ijin pendiriannya dan laporan berkala kepada pemerintah, layaknya LSM Mitos yang sering diciptakan selama ini mau jadi pegawai negeri. Bayangkan kebutuhan guru PAK di Indonesia barangkali hanya segelintir.
Sementara setiap STAKN sekarang mempunyai ribuan murid. STAKN Kupang sekarang punya murid hampir 2000 orang. Bayangkan, ada berapa STAKN, belum lagi banyak STT yang buka jurusan PAK. Takutnya BAN-PT akan membubarkan STT bila seluruh tetek bengek mereka tidak dipenuhi, padahal kebutuhan kepemimpinan gereja mendesak. USUL saya mending STT konsentrasi ke program profesional bukan akademis. SOLUSI yang pernah saya tawarkan di hadapan pimpinan sekolah2 yang tergabung di PESATPIN:
1. Merger
2. Bekerja sama dengan sekolah di LN yang terakreditasi, sehingga ijazah dari sana, tapi siap2 bayar fee yang mahal. Dengan demikian sekolah setempat hanya fasilitator
3. Berubah menjadi sekolah yang berkonsentrasi pada profesional atau vokasional program saja
4. Menyuntikkan dana miliaran untuk meng-up grade semua persyaratan yang dibutuhkan utk BAN-PT. Mengapa uang banyak dibutuhkan, contoh, satu prodi harus py dosen2 bergelar S-3, maka jika kurang, mau tidak mau harus menambah dosen, dan ini uang, uang dan uang. Belum yang lain2. Selain yang empat ini, menurut saya, sudah tidak ada, alias BUBAR. ( By : Junifrius Gultom )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H