Lihat ke Halaman Asli

Pak Presiden, "Pengamen" juga Warga Negara

Diperbarui: 23 Oktober 2015   16:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="pengamen bogor | sumber:ajengnissaa.blogspot.com"][/caption]Pengamen adalah kata yang tidak asing lagi di telinga kita, kata yang sering di dengar. Sebenarnya siapa sih yang mau jadi pengamen? Pekerjaan mereka hanya meresahkan ketertiban umum, mengganggu orang dan berkeliaran di jalanan. Namun apa boleh buat manusia butuh makan untuk hidup, dan ini yang mereka lakukan untuk menyambung hidup.

Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 2 “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Kita tahu dan paham benar kalau lapangan pekerjaan di Indonesia ini sangat terbatas, banyak cara di tempuh untuk mendapatkan sebuah pekerjaan. Bagi mereka yang mempunyai pendidikan tinggi dan kompetensi yang bagus, ini tidak jadi masalah namun bagi mereka yang tingkat pendidikan dan pengetahuannya rendah ini menjadi masalah besar. Mengamen menjadi salah satu pilihan bagi mereka yang ingin menyambung hidup, tapi yang menjadi masalah apakah kehidupan mereka layak?

[caption caption="jakarta hiburan bus | sumber: pitra.media-ide.com"]

[/caption]

Presiden Jokowi selalu mengkampanyekan “Indonesia ayo kerja!” tapi kenyataannya dalam posisi yang krisis seperti ini mencari pekerjaan tidak semudah menghisap Asap. Keadaan ekonomi yang kurang stabil juga berimbas pada PHK di beberapa perusahaan. Ini jelas menambah angka pengangguran. Jadi bagaimana bisa pengamen ini mendapatkan pekerjaan yang layak kalau yang memiliki pendidikan saja di PHK.?

Kita hidup di sebuah negara yang kaya raya, tongkat kayu dan batu saja menjadi tanaman. Tapi masalahnya di Indonesia ini mempunyai warga miskin yang sangat banyak. Apa ini yang dinamakan kaya, kaya akan kemiskinan? Dalam Pasal 34 ayat 1 Undang Undang Dasar 1945 berbunyi Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.” Namun dalam kenyataannya sangat jauh dari bunyi pasal ini. Mereka yang menggelandang dan pengamen hanya di data dan di data namun tanpa pemeliharaan. Tapi kalau di pikir pikir puluhan juta rakyat miskin cara meliharanya gimana?

[caption caption="pengamen cilik | sumber: benradit.wordpress.com"]

[/caption]

Di kota kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Jogja, Surabaya dan kota kota besar lain, pengamen ini seperti menjadi suatu hal yang biasa. Karena sudah menjadi hal yang biasa akhirnya seperti di biarkan tanpa tindakan. Tidak sulit memang menemukan pengamen, mereka ada di pasar, bus kota, angkot, lampu merah, di jalan jalan, sepertinya mereka ada di mana mana.

Kalau anda pernah berkunjung di kawasan Kota Tua Jakarta pada malam hari, anda akan berbaur dengan para pengamen. Mereka ada puluhan, mungkin bisa jadi ratusan, dari mulai yang membawa gitar, berkelompok, model jadi waria, dari yang anak anak, remaja, tua, muda, semua ada disini. Dan jika anda disini maka siap siap anda membawa uang receh yang banyak, karena jarak di datangi antar pengamen sangat cepat, mungkin sekitar lima menit sekali. Jadi bayangkan kalau anda semalaman berada disini, berapa uang yang anda keluarkan untuk diberikan pada pengamen pengamen itu?

Yang meresahkan warga masyarakat adalah ketika kelakuan mereka sudah mulai kriminal, ini yang patut diwaspadai. Kebanyakan dari para pengamen ini seperti memaksa, jadi mereka tidak mau pergi kalau belum dikasih uang. Mungkin kita kesal juga kalau ada yang seperti ini, mereka sudah di kasih tapi malah minta nambah.

Sampai kapan negeri yang kaya raya (Katanya) ini menambah jumlah pengamen. Pengamen juga manusia jadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara sama seperti yang lain. Disisi lain jika upaya dari pemerintah tidak di lakukan atau diabaikan oleh para pengamen maka pemerintah bisa melakukan tindakan tegas. Negara mana yang ingin rakyatnya miskin, Indonesia punya banyak deretan nama nama orang kaya namun disisi lain orang yang miskin juga ingin merasakan manisnya kehidupan. Jadi jurang pemisah antara si kaya dan si miskin di Indonesia memang terlalu jauh. Namun beginilah potret negeri ini, yang masih berkembang dan terus berkembang. Tapi bisa jadi negeri ini malah jalan ditempat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline