Lihat ke Halaman Asli

The Blind (Cerpen Rohani)

Diperbarui: 14 Mei 2021   14:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

minsccs.org

THE BLIND (Si Buta)

"Dia datang lagi. Sudah, berikan saja lima dinar ini, supaya si Bartimeus ini lekas pergi."

Itu adalah kata -- kata yang sering kudengar saat aku berkelana ke restoran milik Yohanna dari Tarsus. Pada awalnya mereka mengasihaniku, memberikan makanan dan minuman terbaik. Lama -- lama, mereka hanya memberiku makanan sisa. Lalu uang kasihan. Tanpa salam dan sambutan.

Namun aku mengerti.

Hidupku yang sekarang hanya menjadi beban saja. Aku dulu adalah seorang pelukis dan pemahat terkenal, sering dicari orang untuk mengabadikan hidup mereka. Semenjak mataku terkena penyakit, penglihatanku mulai berkurang. Mungkin penyakit itu disebabkan oleh tinta yang berulang kali terciprat menuju mata. Aku tidak tahu. Tabib kota tidak bisa menyembuhkanku. Obat -- obatan herbal pun tidak berguna. Akhirnya aku tahu bahwa aku harus mengalami kebutaan. Tongkat yang biasa kugunakan untuk mengukur dan memahat, kini kugunakan untuk membantu berjalan.

Mata pencaharianku pun menghilang. Aku benar -- benar tidak tahu apa yang bisa kulakukan, selain meminta pengasihan atau balas budi dari orang -- orang yang dulu kubantu. Sudah dua tahun sejak mataku buta, dan hidup dari belas kasihan orang -- orang. Pada awalnya mereka simpati padaku, namun sama seperti Yohanna dari Tarsus, lama kelamaan mereka menganggapku beban. Dan aku tidak ada bedanya dari seorang pengemis.

Apakah aku tidak punya keluarga? Sanak saudara? Sahabat? Tentu saja ada. Sudah berulang kali aku berpikir untuk pulang dari Kota Yerikho ini menuju kampung halamanku di Aram. Namun, apa gunanya? Keluargaku juga akan menganggapku sebagai benalu. Aku sudah tidak bisa berbuat apa -- apa lagi, bagaimana caraku menyambung hidup? Aku akan menjadi beban di keluargaku, dan tidak bisa menghasilkan uang.

Seandainya saja hidup ini tidak bergantung pada uang...

Cring, cring, cring. Bunyi uang terdengar di lantai. Aku segera mencari uang yang dilempar oleh Yohanna. Hanya ada tiga keping dinar. Aku terus mencari, karena tadi dia mengatakan akan memberikan lima keping. Tiba -- tiba kepalaku terantuk kayu meja. Alhasil keping -- keping dinar yang kupegang pun berserakan lagi di atas lantai. Kudengar Yohanna pun menggerutu karena ulahku.

Namun seseorang memegang tanganku. Aku bisa merasakan ia tersenyum.

"Ini, tuan, tiga dinar yang kaujatuhkan. Kutambahkan satu keping."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline