Lihat ke Halaman Asli

Novel | Konflik Seorang Putri Raja

Diperbarui: 18 Desember 2019   09:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sebuah sorakan keras. Namun aku tidak bisa melihatnya langsung. Sayang sekali.

Mata sang putri tertuju pada seekor ikan koi di kolam Taman Anyelir. Berenang kesana kemari, gerakannya tidak berbeda dari ikan koi lainnya di kolam itu. Corak berwarna merah keemasanlah yang membuat ikan itu menonjol. Pramodawardhani mengingat sebuah legenda ikan dewa dari tanah barat Pulau Jawa. Mpu Galuh yang menceritakannya.

Alkisah ada seorang raja dari tanah barat Pulau Jawa bernama Jayasingawarman. Beliau hendak melakukan serangan kepada dataran selatan Pulau Sumatera. Waktu menunjukkan bulan purnama, posisi air laut sedang tinggi -- tingginya. Para prajurit berusaha untuk mengubah pemikiran sang raja untuk menunda penyerangan, karena kapal mereka tidak dapat melihat karang -- karang besar di selat antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

Namun perangai raja yang buruk membuatnya menghukum para prajurit yang membangkang dengan cara melemparkan mereka ke Selat Sunda. Sang raja kemudian terbelalak ketika melihat para prajurit tidak tenggelam melainkan berubah bentuk menjadi ikan -- ikan besar berwarna hitam. Legenda kemudian menamakan ikan -- ikan tersebut ikan dewa, karena menganggap mukjizat para dewa terjadi di Selat Sunda. Barangsiapa yang melihat ikan tersebut dan kemudian menciumnya akan dihinggapi keberuntungan.

Ada -- ada saja legenda ini. Siapa juga yang mau mencium ikan? Konyol.

Ingatan sang putri kemudian melayang kepada salah satu kejadian penting di tanah barat Pulau Jawa. Ini bukanlah legenda, melainkan kejadian nyata. Ajaran Mpu Galuh telah membekas pada ingatannya. Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan Hindu terbesar pada saat itu. Kekuasaannya terbentang antara Selat Sunda hingga Sungai Citarum. Raja terakhir Kerajaan Tarumanegara tidak mempunyai anak lelaki, sehingga harus menyerahkan kekuasaan kepada menantu pertamanya, Tarusbawa. Tarusbawa kemudian mengubah nama Kerajaan Tarumanegara menjadi Kerajaan Sunda.

Kondisi yang sama sepertiku. Setidaknya kutahu Rakai Pikatan adalah manusia yang baik hati.

Kerajaan Kendan yang merupakan bawahan Kerajaan Tarumanegara sebelumnya, dipimpin oleh Wretikandayun melihat kesempatan untuk memerdekakan diri. Wretikandayun kemudian mendirikan kerajaan dengan nama baru, Kerajaan Galuh yang berlokasi di sebelah timur Sungai Citarum.

Tarusbawa melihat bawa pamor Kerajaan Tarumanegara saat itu sangat lemah, sehingga ia mengijinkan Wretikadayun untuk mendirikan kerajaan tersendiri. Terlebih, mereka adalah teman baik sehingga dalam pemikirannya kesempatan untuk berperang sangatlah kecil. Kerajaan Sunda dan Galuh pun hidup tenteram beriringan. Mereka berdua hingga saat ini dikenal sebagai pendiri masing -- masing kerajaan yang masih berdiri di tanah barat Pulau Jawa.

Wretikadanyun memiliki tiga orang anak: Sempakwaja, Jantaka, dan Mandiminyak. Dua anak pertama Wretikadanyun memiliki cacat sehingga menurut tradisi tidak mungkin untuk menjadi ahli waris, sehingga yang menjadi raja muda adalah Mandiminyak. Nama Mandiminyak sendiri disebabkan kulitnya yang selalu bergelimang cahaya, layaknya dibasahi oleh minyak.

Sempakwaja memiliki istri bernama Pohaci Rababu. Pada suatu ketika Wretikadanyun mengadakan pesta para pembesar negeri. Sempakwaja tidak bisa hadir karena sedang sakit. Ia dirawat oleh anak -- anaknya yang bernama Purbasora dan Demunawan. Pohaci Rababu memilih untuk datang sendiri ke pesta itu, sebagai wakil dari keluarga Sempakwaja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline