Berfirmanlah Allah: "Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air." Maka Allah menjadikan cakrawala dan Ia memisahkan air yang ada di bawah cakrawala itu dari air yang ada di atasnya. Dan jadilah demikian. Lalu Allah menamai cakrawala itu langit. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari kedua (Kejadian 1:6-8).
Kompasianer yang terkasih, ini adalah lanjutan dari seri Pelajaran Kehidupan. Ayat 6 mengatakan, bahwa Allah menciptakan cakrawala dengan firman-Nya dan ayat 8 menyatakan, bahwa Allah menamai cakrawala itu langit. Kata cakrawala dari teks Ibrani raqia dari kata raqa. Cara paling tepat untuk menemukan arti kata raqia adalah melihat konteks pemakaiannya dalam Kejadian pasal 1. Kata raqia menunjuk pada tempat Allah meletakkan benda-benda penerang (ayat 14-15,17) sekaligus tempat burung-burung hidup (ayat 20). Di ayat 8, raqia disebut samayim (langit). Dari penggunaan ini terlihat bahwa kata raqia dipahami Musa (penulis Kejadian) dan pembacanya secara fenomenologis. Artinya, semua dilihat dari perspektif sehari-hari penulis atau apa yang diamati dalam kehidupan praktis sehari-hari.
Fungsi dari raqia adalah untuk memisahkan air yang di atas dan air yang di bawah. Yang dimaksud dengan air yang dibawah adalah air yang nanti akan diatur lagi dan dikumpulkan menjadi satu tempat sehingga menjadi laut (ayat 9). Sedangkan air yang di atas kemungkinan besar merujuk pada titik-titik air di awan-awan. Dalam konsep kosmologis Alkitab, awan dipahami sebagai penghasil hujan. Pemisahan air yang di atas dan air yang di bawah harus dipahami sebagai tindakan Allah yang berkuasa dan penuh kasih. Allah berkuasa karena keberadaan cakrawala membuktikan bahwa Dia telah menguasai kekacauan di ayat 2. Allah penuh kasih karena tindakannya ini (yang nanti diikuti oleh penataan laut di ayat 9-10) memungkinkan manusia untuk hidup di darat dan tanah pun bisa menghasilkan makanan bagi manusia (ayat 11-12).
Untuk lebih memahami lebih dalam lagi, kita akan melihat gagasan mengenai langit ini. Bahwa ternyata ada tiga langit dalam penciptaan di hari kedua ini yaitu: langit pertama adalah tempat burung-burung beterbangan (ayat 20). Langit kedua adalah tempat benda-benda penerang (ayat 14). Dan langit ketiga adalah tempat takhta Allah (Yehezkiel 1:22-26). Di Perjanjian Baru Paulus menceritakan penglihatannya akan langit ketiga ini dalam 2 Korintus 12:1-2. Langit pertama dan langit kedua masih dapat dilihat dengan mata jasmani, tetapi langit yang ketiga tidak dapat dilihat dengan mata jasmani. Jadi, langit yang tak terlihat itulah sorga, tempat Allah bertakhta. Dari langit ketiga itulah Allah memerintah, mengatur, dan memelihara alam semesta. Allah yang bertakhta di sorga memang tidak dapat dilihat oleh mata jasmani dan memang terlalu besar misteri Allah (baca Ulangan 29:29).
Dalam Perjanjian Lama Allah dapat dikenali melalui Hukum Taurat, sedangkan dalam Perjanjian Baru Allah dapat dikenali di dalam Yesus Kristus, Sang Firman Allah yang menjadi manusia (Yohanes 1:1,14; 14:7,9; Kolose 2:2-3). Dengan demikian Allah, Sang Pencipta Yang Mahakuasa tidak dapat dilihat dengan mata jasmani, tetapi dapat dipercaya keberadaan dan kekuasaan-Nya dengan iman (Ibrani 11:3). Pelajaran kehidupannya, bahwa semua umat-Nya Tuhan Yesus Kristus akan pergi ke sorga, ke langit yang ketiga itu untuk bertemu Allah muka dengan muka (Wahyu 22:4). Untuk itu, marilah kita di dalam keseharian hidup yang penuh tantangan di dunia ini untuk berfokus kepada Allah yang ada di sorga sebagai pusat kehidupan para ciptaan-Nya (Kolose 3:1-2). Kekacauan yang kita alami saat ini pada waktunya akan tergantikan dengan keharmonisan hidup yang tertata rapi ketika kita menerima dan mengimani firman Allah. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H