Lihat ke Halaman Asli

Theodorus Tjatradiningrat

Pendeta dan Gembala Jemaat di GPdI House Of Blessing Jakarta

Kerinduan Memuji Tuhan di Dalam Penderitaan (Mazmur 137:1-3)

Diperbarui: 14 Agustus 2023   15:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: seorang anak sedang menikmati pemandangan di sore hari. Sumber: Pexels/dmitriy-ganin

Di tepi sungai-sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita mengingat Sion. Pada pohon-pohon gandarusa di tempat itu kita menggantungkan kecapi kita. Sebab di sanalah orang-orang yang menawan kita meminta kepada kita memperdengarkan nyanyian, dan orang-orang yang menyiksa kita meminta nyanyian sukacita: "Nyanyikanlah bagi kami nyanyian dari Sion!" (Mazmur 133:1-3)

Kompasianer yang terkasih, mazmur ini untuk mengingat peristiwa di Babel pada waktu bangsa Yehuda menjadi tawanan di sana akibat dosa yang mereka perbuat kepada Tuhan selama tujuh puluh tahun. Dan selama di Babel itu mereka menderita bukan hanya karena menjadi tawanan, bukan hanya jauh dari kampung halaman, tetapi yang terpenting ialah mereka merasa Tuhan itu sangat jauh. Mengapa? Karena Yerusalem sudah ditinggalkan.

Di Yerusalem ada Bait Allah yang di dalamnya terdapat tabut perjanjian yang melambangkan kehadiran Tuhan bagi umat-Nya. Di Bait Allah itu umat beribadah, maka dipercaya Tuhan hadir untuk memberkati umat-Nya. Namun dengan posisi mereka ada di Babel, maka peribadatan tidak dapat dilaksanakan karena hanya di Bait Allah yang di Yerusalem tempat ibadah yang sah dan kudus yang ditetapkan Tuhan bagi Israel / Yehuda.

Itu sebabnya mereka menyadari, bahwa tanpa Tuhan segala sesuatunya menjadi buruk, mereka tersiksa, kehilangan harga diri, kehilangan jati diri sebagai sebuah bangsa, di mana selama ini mereka berbangga sebagai umat pilihan. Dari peristiwa ini mereka menyadari betapa pentingnya kehadiran Tuhan dalam hidup mereka, kerinduan akan ibadah itulah yang bergelora di dalam batin mereka.

Cercaan dan hinaan orang Babel semakin menyiksa mereka karena kerinduan untuk beribadah tidak dapat direalisasikan di tanah yang tidak kudus. Semua keahlian mereka menjadi tidak berguna ketika tidak dipakai dalam melayani Tuhan (ayat 4-6). Kemudian mereka hanya bisa meminta Tuhan yang membalaskan semua perbuatan bangsa-bangsa yang telah membuat mereka menderita (ayat 7-9).

Dari perspektif Perjanjian Baru, sebagai pengikut Kristus kita pun tidak luput dari penderitaan. Kalau dulu kita menderita akibat dosa, maka sekarang setelah diselamatkan oleh Tuhan kita menerima penderitaan sebagai karunia karena iman kita kepada Kristus (Filipi 1:29). Jadi, kita menderita bukan karena perbuatan dosa, tetapi karena dengan tekun setia melayani Tuhan.

Tuhan Yesus berkata kepada perempuan Samaria bahwa setelah Ia menggenapi maksud kedatangan-Nya sebagai Mesias yang dimulai dari Israel, maka dimulailah peribadatan yang baru yang tidak lagi berpusat di Bait Allah yang di Yerusalem, yaitu dengan adanya penyembah-penyembah Allah dalam roh dan kebenaran karena Allah itu Roh adanya (Yohanes 4:23-24).

Dengan demikian, karena Allah itu Roh yang tidak dibatasi ruang dan waktu, maka umat-Nya tidak memerlukan kiblat lagi. Dengan bebas umat dapat menyembah Allah di mana saja dan kapan saja. Apalagi rasul Paulus menegaskan bahwa tubuh kita itulah bait Allah yang sejati di mana Roh Kudus-Nya berdiam (1 Korintus 3:16-17; 6:19). Jadi, Allah tidak lagi terasa jauh ketika kita sedang menderita karena pergumulan hidup yang terasa berat. Allah hanya sejauh doa dari umat yang rindu bersekutu dengan Dia.

Demikian pelajaran dan renungan firman Tuhan pada hari ini. Sampai jumpa pada tulisan berikutnya, Tuhan Yesus memberkati Kompasianer sekalian. Haleluyah!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline