"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10)
Kompasianer yang terkasih, ayat ini adalah sambungan dari ayat 1-9 yang telah saya bahas sebelumnya dalam judul: "Cerdik di Masa Kritis", dan konteks ayat ini terdapat pada satu perikop (ayat 10-18). Konteks utuhnya nanti akan saya bahas pada artikel berikutnya.
Di sini Yesus mengajarkan bahwa kita semua harus menjadi pribadi yang setia, baik dalam melakukan perkara-perkara kecil maupun perkara-perkara besar. Banyak orang yang membaca ayat 10 tidak secara utuh, mereka sering berkata: "Kalau mau dipercayakan perkara yang besar, setialah pada perkara yang kecil." Hanya sampai di situ saja.
Padahal Yesus tidak hanya berbicara tentang seseorang yang harus setia pada perkara-perkara kecil saja, tetapi kesetiaan itu harus berlanjut pada perkara-perkara besar juga. Pada kalimat berikutnya dikatakan tentang 'tidak benar', yang dari teks Yunani adikos yang artinya 'tidak jujur.' Kata adikos juga dipakai pada ayat 11 yang diterjemahkan 'tidak jujur.'
Menurut saya, 'tidak jujur' lebih tepat karena di ayat 1-9 berbicara tentang bendahara yang tidak jujur. Jadi, meskipun ayat 10 kalimatnya dalam bentuk negatif, tapi maksudnya dalam bentuk positif. Dengan demikian, setia dan jujur adalah dua hal yang harus melekat dalam diri seorang pengikut Kristus. Setia dan jujur harus dilakukan secara konsisten.
Kata 'setia' dari KBBI artinya 'teguh hati', dan kata jujur artinya 'lurus hati.' Keteguhan hati diperlukan dalam menjalani proses untuk mencapai cita-cita atau impian hidup. Ada banyak halangan yang bisa membuat seseorang menjadi lemah, putus asa dan mundur dari proses kehidupannya.
Berlaku setia atau teguh hati diperlukan untuk membuat seseorang meyakini bahwa ia pasti bisa menjalani proses kehidupannya. Kata setia sendiri berasal dari teks Yunani pistos, dari akar kata pistis yang artinya iman. Jadi, seseorang yang teguh hati bukan hanya memiliki semangat, tetapi keteguhan hatinya itu karena ia beriman kepada Tuhan.
Sedangkan jujur atau lurus hati diperlukan untuk menyeimbangkan setia atau teguh hati itu. Contohnya, bendahara dalam perumpamaan di ayat 1-9 adalah orang yang setia, tapi ia tidak jujur. Itu sebabnya, Yesus menegaskan bahwa orang beriman harus setia dan jujur dalam pekerjaannya sehari-hari, dan itu dimulai dari perkara-perkara yang kecil.
Kesaksian dari saya. Saya adalah pendeta dan gembala jemaat dari sinode Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI). Saya tamat Sekolah Alkitab pada tahun 2001. Sinode kami menerapkan sistem kaderisasi dalam kepemimpinan gereja lokal. Seorang tamatan Sekolah Alkitab akan ditempatkan di sebuah gereja lokal untuk magang atau tugas praktik sebelum ia menjadi seorang gembala jemaat.
Seorang hamba Tuhan yang magang atau praktik disebut pengerja. Pada tahun 2001-2002 saya ditempatkan di kota Malang, Jawa Timur, dan bertugas di sebuah gereja selama satu setengah tahun. Di sana, saya bukan sebagai pelayan mimbar, tetapi sebagai sopir bagi gembala dan keluarga, juga sopir untuk menjemput dan mengantar pulang jemaat lanjut usia dan anak-anak Sekolah Minggu.