"TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya" (Mazmur 37:23-24).
Kompasianer yang terkasih, ketika presiden Republik Indonesia menyusun kabinet kerjanya dan disampaikan ke publik, banyak yang merespon positif optimis dan banyak juga yang merespon negatif pesimis dengan personil yang terpilih. Untuk membuktikannya, biasanya presiden akan mengadakan evaluasi kinerja per enam bulan atau satu tahun untuk memutuskan apakah para anggota kabinetnya akan terus membantunya di istana atau akan diganti yang dikenal dengan istilah reshuffle.
Jika terjadi reshuffle, itu berarti para menteri dinilai tidak lagi sejalan dengan visi dan misi presiden sehingga kinerja mereka tidak mencapai target yang dikehendaki. Jadi, ketika seseorang terpilih menjadi menteri, maka ia berkewajiban menjalankan apa yang dikehendaki presidennya, ia tidak boleh menjalankan visi misinya sendiri, ia harus bekerja sesuai dengan arahan presiden dan ia wajib menunjukkan hasil dari kinerjanya. Singkatnya, ia punya tugas dan tanggung jawab yang besar sesuai dengan jabatan yang melekat kepadanya.
Demikian pula dengan Kompasianer sebagai seorang beriman, yang oleh kasih karunia dipilih Allah untuk menjalankan visi dan misi sorga, maka kita harus mengikuti apa yang telah Tuhan tetapkan untuk kita jalani. Inilah kepercayaan dari Allah kepada orang yang hidup berkenan kepada-Nya (ayat 23). Hidup yang berkenan kepada Allah itu secara sederhana dapat kita lihat dalam Ibrani 11:4-6. Meskipun ditulis dalam Perjanjian Baru, tetapi tokoh-tokohnya berasal dari Perjanjian Lama.
Dikatakan bahwa Habel berkenan kepada Allah oleh karena persembahannya dinilai yang terbaik dan dilakukannya berdasarkan iman yang berakibat kematiannya di tangan Kain (ayat 4). Sementara Henokh berkenan kepada Allah karena imannya sehingga ia terangkat ke sorga atau tidak mengalami kematian fisik (ayat 5). Kalau begitu, yuk kita hidup berkenan kepada Tuhan! Seperti mereka.
Dilihat dari Kejadian 5:22,24 dikatakan bahwa Henokh hidup bergaul dengan Allah. Kata kerja 'bergaul dengan Allah' (terj. KJV = walk with God), dari bahasa Ibrani yang artinya walk in habitual fellowship with God atau walk up and down with God. Jadi, baik yang mati karena iman maupun yang terangkat hidup-hidup karena iman, keduanya memperoleh upah yang sama dari Allah (ayat 6; bnd. Mzm. 37:22a). Tetapi jangan lupa, keduanya mencari Allah semasa hidupnya di bumi dengan perbuatan yang sungguh-sungguh dalam rangka mencari Allah di ayat 6 itu.
Kembali ke Mazmur 37. Kompasianer, hidup berkenan kepada Allah tidak berarti kita tidak akan melakukan kesalahan yang berakibat dosa lagi. Ayat 24 itu menunjukkan bahwa sangat mungkin kita jatuh, tetapi berbeda dengan presiden yang segera mereshuffle kabinetnya ketika para menterinya tidak memenuhi target dalam kinerjanya, maka Tuhan di ayat ini dikatakan bahwa Ia menopangkan tangan-Nya supaya kita yang jatuh itu tidak sampai tergeletak. Inilah yang disebut kasih setia Tuhan.
Kompasianer, orang yang melangkah sesuai dengan ketetapan Tuhan pasti menghasilkan hidup yang berbeda dengan orang fasik. Ini telah saya uraikan dari ayat 1-20 di dua blog saya sebelumnya yang berjudul "Jangan Baper, Enjoy Ajalah!" dan "Orang Benar Dan Saleh, Woles Ajalah!". Tambahan perbedaan antara kita dan orang fasik ialah orang fasik kalau meminjam atau berutang, maka ia tidak berniat mengembalikannya (ayat 21a). Nah, kalau kita orang benar, maka kita harus melakukan yang sebaliknya apabila kita pernah meminjam atau berutang; harus dibayar ya!
Salah satu langkah kita sebagai orang benar dalam perbuatan yaitu dengan menunjukkan kasih dan kemurahan kepada orang lain yang sedang dalam kesusahan (ayat 21b; bnd. Gal. 5:22), bisa dalam bentuk pinjaman tanpa bunga apalagi riba, tidak boleh, karena pemberian itu harus didasari oleh belas kasihan (ayat 26a). Jadi, pinjaman itu berupa bantuan tanpa syarat, tergantung yang meminjam apakah ia memang berniat baik atau tidak kepada kita, tetapi kalaupun dia tidak berniat mengembalikannya, maka itu menjadi urusannya dengan Tuhan, sedangkan kita dianggap sedang menabur kebaikan kepada sesama.
Ingat, setiap taburan pasti ada tuaian meski itu tidak menjadi motivasi kita ketika membantu sesama, tetapi demikianlah hukum Tuhan yang berlaku. Jika kita biasa menabur kebaikan seperti itu, maka jaminannya ialah anak cucu kita menjadi berkat di kemudian hari (ayat 26b). Sebagaimana yang Daud saksikan seumur hidupnya, demikianlah kita sebagai orang benar yang mengikuti langkahnya Tuhan, kita tidak akan pernah ditinggalkan, begitu juga dengan anak cucu kita, baik yang ada sekarang atau di masa depan, semuanya tidak akan kekurangan makanan.