Lihat ke Halaman Asli

Theodorus B. Sibarani

Pendeta di GKPI

Investasi Politik yang Buruk

Diperbarui: 25 April 2019   11:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 baru saja berakhir. Pesta demokrasi sehari itu mungkin yang teralot sepanjang Republik ini ada. Bagaimana tidak, emosi masyarakat diobok-obok selama bertahun-tahun dengan isu yang mengancam kesatuan masyarakat. Belum lagi putaran uang ratusan triliun rupiah yang ada di dalamnya. Hasilnya? 

Caci maki di tengah masyarakat, saling klaim kemenangan, menggugat KPU, meragukan netralitas badan negara, dlsb. Isu ketakutan-ketakutan terus menghantui bangsa ini. Begitu pula, ancaman yang tidak boleh disepelekan, "People Power", yang bisa menjadi bom waktu untuk harmonisasi kehidupan bangsa. 

Hasil ini semuanya tentu tidak seperti apa yang diharapkan sebelumnya, yaitu pesta kemenangan rakyat di dalam Persatuan Indonesia. Sesungguhnya, politisi kita saat ini sedang menanam investasi yang buruk untuk masa depan iklim perpolitikan bangsa kita. Politik di Indonesia ke depan akan biasa memainkan isu hoax, termasuk materi SARA yang sangat sensitif. Alih-alih menjadi negara yang maju, kita malah melangkah mundur. 

Padahal, Rod Hague, seorang pakar politik, mendefinisikan politik sebagai kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan di tengah para anggotanya. Definisi politik dari Rod Hague ini bersifat konstruktif. Bahwa, politik menjadi jembatan pemersatu. Bukan potensi perpecahan seperti yang mengancam bangsa kita.

Investasi politik yang demikian buruk menurut hemat saya menjadi tanggung jawab partai politik sepenuhnya. Miriam Budiardjo menyebutkan setidaknya ada empat fungsi partai politik bagi negara demokrasi, yaitu: 

Pertama, sebagai sarana komunikasi politik. Hal ini merujuk pada kehidupan masyarakat modern yang luas dan kompleks, banyak beragam pendapat dan aspirasi yang berkembang. Pendapat atau aspirasi seseorang atau kelompok akan hilang tidak berbekas seperti suara di padang pasir apabila tidak ditampung dan digabung dengan aspirasi orang lain yang senada. 

Kedua, sebagai sarana sosialisasi politik. Maksudnya, sosialisasi politik harus diartikan sebagai suatu proses yang melaluinya seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia berada. 

Ketiga, sebagai sarana rekrutmen politik. Fungsi ini sangat erat dengan seleksi kepemimpinan, baik internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas. 

Terakhir, sebagai sarana manajemen konflik. Potensi konflik selalu ada di setiap masyarakat yang heterogen, apakah dari segi etnis, sosial-ekonomi, atau pun agama. Setiap perbedaan tersebut menyimpan potensi konflik. Untuk itu, peran partai politik tidak lain untuk mengatasi atau sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga efek negatifnya dapat ditekan seminimal mungkin. 

Apa yang dijabarkan oleh Miriam Budiardjo tentang keempat fungsi partai politik, ini tidak berfungsi dengan baik di dalam partai politik yang ada di Indonesia. 

Malah, partai politik tidak jarang memperlihatkan komunikasi politik yang rumit, dan aspirasi masyarakat digiring ke dalam opini politik kepentingan partai. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline