Hari raya Idul Adha selalu dinanti oleh seluruh umat muslim dimanapun berada. Hari raya yang identik dengan pemotongan hewan kurban ini sarat dengan nilai-nilai spiritual, sosial dan moral di dalamnya.
Momen istimewa ini mengajarkan pentingnya ketaatan, pengorbanan, kesetiaan, kebersamaan, dan kepedulian sosial. Setiap keluarga, tentu mendapatkan bagian daging kurban ini.
Jumlah daging yang berlimpah di hari raya, menyebabkan tidak semua dapat diolah dalam waktu bersamaan. Ada bagian yang perlu disimpan, ada yang perlu dibagikan kepada kerabat atau mereka yang lebih membutuhkan.
Nah, penanganan terhadap daging kurban harus diperhatikan dengan benar, untuk mengurangi munculnya kasus keracunan atau infeksi karena makanan.
Tingkat risiko yang tinggi
Daging dan produk olahannya tergolong dalam makanan dengan risiko yang tinggi. Kandungan protein, lemak dan air yang terkandung dalam daging menyebabkan bahan makanan tersebut mudah rusak.
Kadungan air yang tinggi dalam daging menyebabkan mikroorganisme seperti bakteri atau jamur mudah berkembangbiak disana dan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada daging.
Daging juga dapat menjadi media penularan penyakit zoonosis atau yang dapat ditularkan melalui hewan ke manusia, terutama bila tidak diolah dengan tepat. Bakteri seperti Salmonella, Clostridium perfringens, maupun Bacillus cereus dapat ditularkan ke manusia melalui daging.
Kenali kerusakan daging
Daging yang akan dikonsumsi sebaiknya adalah daging yang bersih, aman dan sehat untuk dikonsumsi. Artinya harus bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit.
Kerusakan pada daging akan ditandai dengan adanya perubahan pada warna maupun tekstur daging. Kerusakan pada daging mengindikasikan kehadiran bakteri, jamur atau mikroorganisme lainnya di dalam daging tersebut.
Perubahan kekenyalan, pembentukan lendir, munculnya perubahan warna seperti hijau, warna hitam ataupun bau busuk yang timbul adalah pertanda aktivitas khamir atau bakteri jenis tertentu.