Rumah. Sejauh manapun aku melangkah dan berlari, kepadanya juga aku kembali. Karena disanalah hati begitu nyaman berdiam. Ada rindu yang terus bernyawa. Membawa inginku selalu kembali kepadanya - Moammar Emka
Pulau Sumba menyimpan sejuta cerita. Tentang alamnya yang indah, tentang legenda yang melekat di dalamnya. Tentang aliran kepercayaan yang dianut oleh masyarakat, juga tentang adat istiadat yang mengikat mereka yang lahir di Tanah Humba ini.
Keinginan saya untuk menuliskan tentang bagian yang penting dalam sebuah tatanan masyarakat di sini akhirnya kesampaian juga.
Pilihan pertama, jatuh pada bentuk rumah yang dimiliki oleh penduduk yang mendiami Kampung Adat Bodomaroto, Sumba Barat.
Tidak banyak yang tahu tentang salah satu kampung adat di Sumba Barat ini, padahal perannya sangat penting dalam pelaksanaan ritual Bulan Pamali atau masyarakat setempat menyebutnya Wulla Poddu. Ritual ini sebagai bentuk ucapan syukur masyarakat menyambut masa bercocok tanam, umumnya dilaksanakan pada bulan Oktober.
Lima Kabisu dalam satu kampung
Kampung adat Bodomaroto, terletak di Desa Kalimbu Kuni, hanya butuh waktu sepuluh menit berkendara dari tengah kota Waikabubak, Sumba Barat. Terletak pada daerah ketinggian, suhu di tempat ini relatif lebih dingin dari tempat lainnya.
Jalan masuk ke desa ini telah diaspal. Karena tanjakan menuju kampung adat ini cukup curam, disarankan untuk memarkir kendaraan di bawah bukit. Tampak samping rumah milik Bapak Melki Tagubore, tokoh masyarakat sekaligus narasumber kali ini, menyambut kedatangan kami.
Terdapat 17 rumah di kampung adat ini. Bentuknya sama, demikian juga dengan atap yang menjulang di atasnya. Atap rumbai yang indah memberi warna tersendiri.
Ada lima suku atau kabisu yang mendiami Kampung Adat Bodomaroto. Suku Anawara, Tanabi, Weebole, Wanokalada dan Weeneibi. Setiap kabisu memiliki hubungan kekerabatan, yang berasal dari satu nenek moyang atau leluhur yang sama.