Sejak kecil, kami tidak pernah merayakan hari Valentine. Jangankan merayakannya, apa itu hari Valentine saja tidak kupahami. Satu-satunya pengalaman merayakan hari Valentine adalah saat duduk di bangku SMA.
Anak-anak kelas IPA "diwajibkan" untuk merayakan hari kasih sayang secara bersama pada saat itu.
Karena judulnya acara kelas, maka praktis tanpa pacar, tanpa bunga, tanpa coklat seperti yang dibayangkan setiap anak gadis yang sedang jatuh cinta.
Ulala.....
Tidak sedikit orang yang belum mengetahui kisah tragis di balik hari Valentine yang dirayakan setiap tanggal 14 Februari itu, dan aku adalah satu diantaranya. Menulis ini pun akhirnya memaksaku untuk membuka sejarah perayaan Valentine.
Coklat dan bunga jadi hadiah andalan
Coklat dan bunga sering dijadikan hadiah favorit di setiap perayaan hari Valentine. Entah karena harganya pas di kantong anak-anak muda, atau karena alasan yang lain.
Apakah karena manisnya coklat yang mampu memberi efek relaks atau karena kecantikan dan keharuman seikat kembang membuat hati turut berbunga-bunga.
Entahlah...yang pasti, saat Valentine tiba, aku selalu berjumpa dengan sekelompok gadis belia yang cekikikan sambil memborong sejumlah coklat aneka rasa, termasuk rasa yang tertinggal.
Coklat dan bunga akan selalui disertai dengan kartu ucapan. Jadi teringat masa lalu, saat coklat dan bunga tak sanggup dibeli, maka tingkat kreativitas jadi andalan.
Pernah sekali aku mengirimkan kartu ucapan kepada pacarku pada masa itu. Kartu ucapannya sangat istimewa karena dibuat sendiri. Membuatnya pun butuh waktu berhari-hari.