"Tan, jangan lupa minggu depan jadwal pasang bulu mata. Jadi kan?" Sebuah pesan singkat menyita perhatian. Pasang bulu mata? Demi apa, coba?
"Biar terlihat lebih segar, say... tidak perlu pakai make up lagi sudah cantik... " Bla bla bla, rayuan maut beruntun dari keponakanku membuat hati setengah tergoda dan setengah kebingungan.
Pasalnya, seumur hidup belum pernah menambah bulu mata. Kalau pun ada, paling sebatas penggunaan maskara, itu pun hanya saat acara tertentu.
Menggunakan maskara saja kadang ingat, lebih sering lupa, apalagi penambahan bulu mata palsu. Aktivitasku yang lebih banyak di lapangan daripada di belakang meja membuatku jarang disentuh pernak-pernik bedak, skin care dan turunannya.
Bagai terhipnotis oleh iming-iming menjadi cantik dalam sekejap dan kekepoan yang meronta-ronta, akhirnya bulu mataku dipermak dalam waktu satu jam.
" Kita tidak bisa belajar tanpa rasa sakit." – Aristoteles
Ada rasa perih, mungkin terkena bahan kimia yang ditambahkan untuk menempelkan bulu mata, atau karena tidak terbiasa, namun demi sebuah totalitas, terpaksa harus menahan rasa tidak nyaman yang ada.
Banyak pantangan yang harus diikuti
Memperhatikan tampilan baru deretan bulu mata yang mendadak lebat dengan detail lentik di cermin, aku jadi tersipu malu, lebih tepatnya merasa aneh. Tapi sudahlah, dinikmati saja.
Sederet daftar yang tidak boleh dilakukan selama menggunakan bulu mata palsu pun disodorkan. Tidak boleh kena air, tidak boleh dikucek, tidak disarankan pakai maskara, kalau cuci muka pakai spons khusus.