Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia saat ini, termasuk Indonesia membawa beban tersendiri bagi masing-masing orang. Banyak yang kehilangan pekerjaan, tidak kalah sedikit yang kehilangan mereka yang dicintai.
Semua kondisi ini tidak urung membuat stress bahkan depresi pada sekelompok orang tertentu, banyak juga yang menyalahkan pihak lain atas kondisi yang terjadi, seolah pandemi ini terjadi karena kesalahan pihak tertentu.
Saya sendiri termasuk orang yang pada awalnya rajin memantau perkembangan Covid. Hampir setiap hari saluran televisi rutin dikunjungi, demikian juga dengan media sosial lainnya. Namun, semakin banyak Saya mendapatkan informasi, level stress Saya meningkat.
Saya menjadi phobia terhadap apapun yang berkaitan dengan Covid, misalnya uang kertas kembalian belanja pun harus direndam dalam sabun atau detergen, dikeringkan, disetrika sebelum digunakan kembali. Atau, tidak cukup mencuci tangan menggunakan sabun, namun harus ditambah lagi dengan hand sanitizer.
Apalagi begitu mendengar ada kasus Covid di sekitar lingkungan tempat tinggal atau tempat kerja, ketakutan Saya makin bertambah. Kondisi pikiran yang melampaui batas penerimaan tubuh menyebabkan Saya justru menderita sakit.
Pada akhirnya Saya tiba pada suatu titik dan memutuskan untuk berdamai dengan Covid-19, menyadari perlahan bahwa hal ini tidak bisa dihindari terus menerus, artinya harus berjuang dengan cara yang benar, setidaknya kondisi psikologis lebih diperbaiki.
Saya tidak mau lagi membaca atau menonton berita tentang Covid, terutama membaca angka jumlah penderita atau jumlah kematian yang diakibatkannya.
Rupanya hal ini cukup membantu; fokus pada angka kesembuhan saja dan keterlibatan langsung dari setiap masyarakat untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian cukup berperan sebagai mood booster di masa pandemi ini.
Kita sedang bergerak ke arah yang lebih baik