Lihat ke Halaman Asli

Rindu yang Terlampau Air Mata

Diperbarui: 28 Mei 2019   06:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: @saranghayuuu

Tiba-tiba aku menjadi malam
Di matamu
Dan sekujur keinginan
Memadukan apung yang terlampau asin
Padahal kejenuhan ini masih bercerita tentang rindu

Kenangan tentang kita memanggil
Dari balik dinding keangkuhan
Menancap di kerlingan waktu
Mengguncang dingin
Ketika tubuhmu masih dalam balutan ombak

Musim cinta yang kunanti tak juga menepi
Di kejauhan mata nampak menganak sungai
Antara datang dan pergi
Tidak ada kemenangan yang paling stabil
Hampa
Segalanya menjadi kesukaran
Bahkan biji-biji puisi inipun mati
Sekejap, lepas

Melintas pada langit kemarau
Aku kekeringan
Saat hidup sulit disiasati
Sebab jejak lumpur gemar mendekati ganjil
Yang semestinya bisa di sederhanakan menjadi kebahagiaan

Sesungguhnya engkau adalah ruh pagi
Merasuki jalan darah hingga tubuh tidak baik-baik saja
Ketika jarak begitu penghalang
Pada seberangmu yang belukar
Juga seberangku, kalah perang

Jemari mencoba merakit huruf-huruf
Untuk menjadi genap
Kemudian menyibak bayangmu
Menjadi satu-satunya lukisan
Karena aku hanyalah kegilaan
Atas cinta
Yang teratasnamakan kekasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline