Lihat ke Halaman Asli

Abrar Rizq Ramadhan

Mahasiswa Aktif S1 Jurusan Sejarah Universitas Negeri Semarang Akt.2022

Memahami "Multatuli" Melalui Max Havelaar

Diperbarui: 28 Januari 2023   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Novel Max Havelaar tak dipungkiri telah mengubah cara pandang  masyarakat  Belanda terhadap Hindia (Indonesia) pada masa itu. Karena dari dampak-dampak yang terjadi, pembaca akan mengerti alasan mengapa novel ini disebut sebagai karya yang mengakhiri kolonialisme.  

Max Havelaar atau Lelang Kopi Maskapai Dagang Belanda merupakan sebuah karya sastra berbentuk novel yang ditulis oleh pria berkebangsaan Belanda Bernama Eduard Douwes Dekker dengan nama pena-nya Multatuli. Multatuli sendiri memiliki arti “Aku Telah Cukup Menderita”. Dalam menulis, Douwes Dekker kerap menggunakan nama Multatuli.

Max Havelaar adalah salah satu karya terbesar Multatuli. Pasalnya, Namanya sering disebut dalam buku pelajaran sekolah. Pramoedya Ananta Toer berkata dalam sebuah sesi interview menyebut  Max Havelaar merupakan karya yang mengakhiri kolonialisme. Tidak hanya Pram, beberapa tokoh besar seperti Jose Rizal, Soekarno, Tan Malaka, hingga tokoh dibalik revolusi Rusia 1917 yakni Vladimir Lenin mengaku terinspirasi dari Max Havelaar. Jadi sebenarnya, apa yang ada dibalik Max Havelaar sehingga banyak menginspirasi tokoh-tokoh tersebut.

Novel ini merupakan pengalaman hidup Multatuli selama ia menjabat sebagai asisten residen di Lebak, Banten pada sekitar pertengahan abad 19. Novel ini tidak dapat disebut biografi karena didalamnya terdapat banyak hal-hal fiksi demi menambah sensasi drama. Namun bukan juga sebuah novel fiksi karena banyak mengandung pengalaman langsung dari Multatuli. Banyak tokoh yang mengalami perubahan nama termasuk Multatuli sendiri yang namanya berubah menjadi Max Havelaar. Jadi tokoh utama dalam novel ini Bernama Max Havelaar.

Max Havelaar menjabat sebagai asisten residen di Lebak Banten. Setiap residensi dipimpin oleh bupati feodal yang diperintah oleh kolonial. Tugas seorang asisten residen adalah mengamati kinerja kerja seorang Bupati agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Dalam kasus ini,  Havelaar melihat adanya ketidakberesan yang terjadi pada rakyat Lebak. Bupati yang memerintah Lebak nyatanya melakukan tindakan penyimpangan terhadap rakyat kecil. Sebut saja seperti merebut kerbau rakyat, melakukan sistem tanam paksa, dan memeras rakyat dengan sistem pajak tanah yang tidak masuk akal. Rakyat pribumi tidak dapat membayar pajak tersebut dikarenakan uang mereka yang terbatas dan sistem kapitalisme yang makin membuat mereka menderita. Havelaar sadar akan ketidakberesan yang terjadi namun ia tidak bisa melaporkannya kapada pemerintahan kolonial karena kurangnya bukti ditambah rakyat tidak mau bersaksi karena takut.

Havelaar akhirnya tidak melaporkannya kepada pemerintah kolonial melainkan ia membujuk bupati Lebak untuk mengerjakan tugas sebaik-baiknya seorang bupati yang mengayomi rakyatnya. Hal tersebut diabaikan oleh bupati Lebak. Ini yang membuat Havelaar merasa geram sehingga ia akhirnya memutuskan untuk melaporkannya kepada pemerintahan kolonial dan gubernur jenderal. Laporan yang diberikan ditolak mentah-mentah oleh gubernur jenderal dikarenakan laporan tersebut berpotensi untuk merusak hubungan karib antar bupati feodal dengan pemerintahan kolonial. Atas pengaduannya, Havelaar lalu dipindahtugaskan ke Ngawi namun ia justru mengundurkan diri atas jabatannya itu. Ia tidak mau dipindahtugaskan sementara rakyatnya masih menderita ditangan Bupati dan pemerintah kolonial. Novel ini lalu ditutup dengan pernyataan  mundurnya Max Havelaar dari tugasnya sebagai asisten residen.

Novel Max Havelaar lalu diterbitkan pertama kali di Belanda pada tahun 1860 dan menimbulkan banyak perdebatan. Tentunya karena novel ini menguak kebusukan pemerintahan kolonial di Hindia-Belanda beserta bupati feodal yang melakukan penyimpangan terhadap rakyat pribumi. Pasca terkuaknya segala macam kebusukan yang terjadi, dari sisi Belanda lalu bersikap simpati terhadap Hindia. Pemerintah Belanda lalu menerapkan sistem politik etis yang digagas oleh Van Deventer.

Politik etis atau politik balas budi ini akhirnya diterapkan di Hindia Belanda. Kini para rakyat pribumi diperbolehkan untuk mengenyam pendidikan. Dari sini efek boomerang terjadi. Tanpa pemerintah Belanda sadari, dari pendidikan yang mereka berikan terhadap pribumi melahirkan banyak pemuda yang intelektual dan kritis. Mulai banyak pemuda yang beranggapan bahwa mereka tidak bisa terus dijajah oleh Belanda seperti ini. Pergerakan para pemuda pun dimulai melalui jalan pemikiran dan organisasi modern. Para pemuda ini diantara lain adalah Dr. Soetomo, Dr. Cipto Mangunkusumo, HOS Tjokroaminoto, dan lain-lain. Mereka kemudian yang menggagas kebangkitan nasional. Berdirinya Budi Utomo sebagai organisasi modern pertama lalu ditandai dengan hari kebangkitan nasional setiap 20 mei. Dari pergerakan nasional ini yang menjadi Langkah awal kemerdekaan Indonesia. Itulah mengapa Max Havelaar disebut sebagai karya yang mengakhiri kolonialisme.[]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline