Lihat ke Halaman Asli

Ayo, Sekolah...

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Cerita kali ini disebuah perbatasan antara kabupaten Bogor dan kabupaten Tangerang, di kecamatan Parungpanjang yang jalan sepanjang daerah Parungpanjang akan langka menemukan jalanan yang tanpa lubang yang menganga, ini dia kisahnya....

“Maaf pak, ini anak bapak?” Itu pertanyaanku pada salah seorang bapak yang saat itu sedang membeli sesuatu di mini market dekat SLB Ayahbunda (boleh dikatakan disamping SLB Ayahbunda). “Iya, bu...emang kenapa?” Tanya balik bapak tersebut. “Kenalkan pak, saya guru di SLB Aayahbunda samping mini market ini. Kalau saya boleh tahu, anak bapak sudah sekolah?” kembali aku bertanya tapi tak lupa untuk memperkenalkan diri.

“Sudah...” Jawab singkat si bapak, lalu dia melanjutkan “Terus apa urusannya dengan ibu?”. Aku tidak terkejutan dengan pertanyaan si bapak, karena sudah berulang kali “niatku tertolak” (jadi agak kebal juga, hehehe).

“Alhamdulillah, anak bapak sudah sekolah berarti selama ini saya salah mengira karena saya sering melihat bapak hampir beberapa pagi ini dan pagi yang lalu, bapak dan anak bapak berada disini jadi saya mengira anak bapak belum sekolah dan saya mohon maaf atas salah penafsiran ini”. Aku berusaha menjelaskan pada si bapak dari motif rasa ingin tahuku.

“Oh, jadi ibu juga mengira anak saya “gila” begitu?” Si bapak mulai terlihat emosi. Waduh, aku terhenyak, rasanya aku tidak salah ucap dan tidak pernah mengatakan bahwa anaknya “gila”. “Maaf pak, saya tidak pernah mengatakan bahwa anak bapak gila” Aku mencoba menjelaskan. “Jangan banyak alasan deh bu...maksud ibu bertanya seperti itu karena melihat anak sayakan?” Si bapak sepertinya masih penasaran.

“Sekali lagi saya mohon maaf, tapi saya tidak pernah mengatakan bahwa anak bapak gila. Saya memang melihat bahwa anak bapak anak yang memiliki kondisi dengan hambatan mental (anak tersebut downsyndrom) dan itu bukan gila. SLB Ayahbunda, dapat memberikan pelayanan pendidikan untuk anak bapak agar berkembang sesuai dengan potensi yang dia miliki. Sekali lagi saya katakan, saya sangat bersyukur anak bapak sudah sekolah” aku menjelaskan dengan sedikit melebar.

“Urusin aja urusan ibu sendiri, jangan ngurusin anak orang. Mau anak saya sekolah atau tidak itu urusan saya bukan urusan ibu” emosi yang kian meninggi dan aku semakin memahami bahwa anak itu sepertinya belum bersekolah (menurut asumsiku karena bila anak tersebut sudah bersekolah saya yakin orang tuanya akan menjelaskan tanpa harus dengan emosi).

“Terima kasih bapak atas penjelasannya dan saya mohon maaf untuk ketiga kalinya” Aku semakin belajar untuk memahami setiap kondisi orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Dan bapak serta anaknya pergi dengan meninggalkan rasa yang teramat dalam pada diriku, alangkah indahnya jika semua orang tua memahami kondisi anaknya.

Penolakan pun pernah aku alami saat bertemu dengan anak dengan kondisi hambatan gerak, aku mencoba untuk menjelaskan pentingnya pendidikan untuk anak dengan hambatan tersebut. Tetapi orang tua anak tersebut menolak dengan alasan bahwa percuma sekolah bila tidak bisa menyembuhkan kondisi anaknya.

Penolakan sering terjadi bukan pada anaknya tetapi pada orang tua yang memilki anak dengan hambatan penglihatan, hambatan pendengaran, hambatan mental, hambatan gerak dan hambatan lainnya.

Keadaan ini terus aku pahami, bahwa tidak semua orang tua yang memiliki anak dengan hambatan paham akan kondisi anaknya. Sepantasnya saya sebagai guru dan memiliki ilmu dalam Pendidikan Luar Biasa, pemerintah maupun masyarakat yang memahami tentang pentingnya sekolah untuk anak berkebutuhan khusus terus senantiasa mensosialisasikannya pada masyarakat, dunia pendidikan ataupun orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional), Pendidikan khusus dan Pendidikan layanan Khusus Pasal 32 Ayat (1) : Pendidikan Khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Dan dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional), Bab VIII tentang Wajib Belajar Pasal 34 Ayat (1 : Setiap warga negara yang berusia (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar.

Ini menjelaskan bahwa pentingnya pendidikan bagi semua warga Indonesia tidak terkecuali untuk anak-anak berkebutuhan khusus.

Semoga dengan semakin memahami tentang pentingnya pendidikan bagi semua, masyarakat terutama orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dengan suka rela, ikhlas dan kesadaran tinggi untuk memberikan pendidikan yang dibutuhkan oleh setiap anak dan menjadi hak setiap anak untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline