Lihat ke Halaman Asli

Kemana Perginya Dana itu?

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemana Perginya Dana itu?

Masih teringat jelas musibah naas itu. Peristiwa yang mengakibatkan hilang nyawa seorang gadis kecil berusia 9 tahun di Desa Cidikit, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat seorang anak untuk belajar dan menuntut ilmu, malah ditempat tersebut Supnia binti Sabna kehilangan nyawanya. Gadis kecil ini tertimpa bangunan sekolahnya yang roboh tepat pada saat dia beserta 45 temannya sedang melakukan kegiatan belajar-mengajar. Kejadian itu terjadi pada Senin (3/10) pukul 16.00, saat itu tiba-tiba bangunan Madrasah Diniyah Al-Ikhlas yang dibangun dari bambu, atap dari genteng serta lantai dari semen, roboh dan menimpa seluruh siswa Madrasah tersebut.

Robohnya madrasah yang dibangun atas swadaya masyarakat desa tersebut membuat gusar warga. Warga desa gusar karena salah satu penyebab bangunan sekolah tersebut roboh karena tidak adanya bantuan Pemerintah dalam pendanaan sekolah tersebut. Warga desa yang notabene adalah buruh tani yang berpenghasilan minim menyumbangkan penghasilann mereka hanya semata-mata agar anak-anak mereka dapat belajar dan mengenyam pengetahuan tentang agama.

Desa Cidikit merupakan salah satu daerah terisolir yang belum terjangkau listrik, sehingga warga desa masih menggunakan cempor untuk penerangan pada malam hari. Jauhnya sekitar 5 Kilometer dari Jalan Raya Bayah – Cikotok dan untuk sampai ke desa tersebut hanya dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua. Jarak ke kantor Kecamatan sekitar 15 Kilometer dan bisa dijangkau selama dua jam dengan motor. Warga desa yang berjumlah kurang lebih 700 orang ini masih belum mendapatkan bantuan dari pemerintah yang seharusnya mereka dapatkan. Seperti pembangunan untuk infrastruktur sekolah baik itu sekolah madrasah maupun sekolah negeri biasa. Padahal didalam Peraturan Daerah (Peraturan Daerah) di Lebak ada tercantum peraturan yang mencantumkan bahwa sekolah Madrasah berhak mendapatkan bantuan. Tetapi kemana larinya dana bantuan itu?

Pemerintah Daerah dan Kepala Dinas Pendidikan seharusnya tahu tentang berapa jumlah sekolah rusak yang perlu direnovasi di tiap wilayah dan berapa jumlah siswa dalam sekolah tersebut agar tidak perlunya terjadi peristiwa semacam ini. Atau jumlah siswa miskin yang tidak dapat bersekolah. Seharusnya itu semua merupakan tanggung jawab dari Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan, tetapi pada kenyataan SOP tersebut telah menyimpang jauh dan tidak dilaksanakan.

Bukti bahwa akses pendidikan belum merata dan belum dapat menjangkau daerah-daerah terpencil seperti Kabupaten Lebak. Pastinya masih banyak wilayah-wilayah lain yang juga belum terjamah tetapi belum terekspos di media sekarang ini. Salah satu contoh peristiwa lain yang menguatkan bahwa harus adanya perombakan dalam sistem kerja Pemerintah Daerah serta Kepala Dinas Pendidikan dalam hal pembangunan infrastruktur sekolah dan kelayakannya, yaitu pada peristiwa ambruknya Sekolah Madrasah Ibtidaiyah swasta Ma’arif di Desa Naposi, Konawe, Sulawesi Tenggara akibat angin puting beliung.

Peristiwa yang terjadi pada hari Jumat (30/9) sore hari itu,tidak menelan korban jiwa seperti Madrasah Diniyah Al-Ikhlas.Angin Puting Beliung yang menerjang lima desa di Kecamatan Onembute itu juga meruntuhkan puluhan rumah warga. Akibat dari kejadian tersebut puluhan siswa yang bersekolah di Madrasah tersebut terancam tidak dapat lagi bersekolah. Hal ini tentu saja tidak perlu terjadi,jika Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan yang ada bisa dengan cepat menanggulangi masalah tersebut.

Tetapi ya tetap saja seperti itu, pemerintah tetap saja lamban dalam menanganinya. Adanya saling melempar tanggung jawab antar Kementrian Pendidikan Nasional dan Kementrian Agama, terkait robohnya sekolah Madrasah tersebut. Menurut Menteri Pendidikan Nasional, M.Nuh sekolah tersebut merupakan wewenang dari Kementrian Agama (Kemenag) dan bukan wewenang dari Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas).Pihak Kemendiknas masih harus menunggu keputusan dari Kemenag kemudian baru bisa memutuskan langkah-langkah yang harus diambil, apakah itu merehabilitasi bangunan sekolah Madrasah tersebut atau tindakan yang lain. Proses yang lama dan masih belum ada titik teranglah yang terjadi pada perisiwa ini. Walaupun kejadian dari kealpaan tersebut sudah memakan korban jiwa dan kerugian yang dialami tidaklah sedikit, tetapi masih saja lamban dalam penanganannya.

Alokasi dana yang sebenarnya sudah ada dari APBN melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Namun, tidak tahu pergi kemana. Pada saat ini seharusnya adalah masa otonomi pendidikan, yaitu dimana Pemda dan sekolah memiliki kewenangan besar. Pembangunan infrastruktur sekolah untuk sekolah yang harus direnovasi, sebenarnya bukan menjadi kendala lagi dengan adanya DAK. Tetapi sampai saat ini masih dapat kita lihat bagaimana buruknya dan lambannya pembangunan infrastruktur sekolah dalam hal renovasi ulang. Jadi, sebenarnya kemana Dana Alokasi Khusus itu?

Sebelumnya, sebanyak 12 siswa SMP Negeri I Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten menderita luka-luka akibat tertimpa atap bangunan sekolah, Kamis, 29 September 2011. Korban kebanyakan mengalami luka robek dan memar di sekujur tubuh akibat tertimpa kayu dan genting. "Padahal bangunan tersebut baru selesai akhir tahun 2010. Dan dana pembangunannya diperoleh dari dana bantuan provinsi sekitar 100 juta," ujar Anggota DPR Komisi VIII DPR RI, Jazuli Juwaini.

Serentetan peristiwa ini dinilai Jazuli sangat ironis. "Ada sekolah yang rubuh karena tidak ada biaya dan di satu sisi ada sekolah yang rubuh padahal baru dibangun dengan dana yang cukup besar. Ini kan ada yang tidak beres dalam pengelolaan anggaran pendidikannya."
Jazuli melanjutkan, anggaran pendidikan yang setiap tahun bertambah semestinya dapat disalurkan dan diserap dengan baik. Salah satu dari tiga pilar kebijakan pendidikan adalah perluasan dan pemerataan pendidikan. Namun ternyata itu belum terlaksana dengan baik. Masih banyak anak-anak yang tidak berkesempatan untuk sekolah dikarenakan kurangnya akses pendidikan. “Perlu ada standar bangunan sekolah dan audit dalam pembangunannya. Sehingga kemungkinan terjadi penyelewengan anggaran untuk pembangunan dan sarana pendidikan dapat dihindari,” ujarnya.

Kita mengetahui ada tiga pilar kebijakan pendidikan, yakni perluasan dan pemerataan pendidikan. Namun, belum terlaksana dengan baik. Masih banyak anak-anak yang tidak mendapat kesempatan bersekolah dikarenakan kuarangnya akses pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline