Ada sisi lain yang perlu sama-sama kita lihat dalam kasus "Penggembosan KPK" kali ini. Sebab sepintas bisa saja kita menyangka ini "Cicak Vs Buaya" Jilid II, namun seandainya kita lihat dari runut kejadian sebelum ini maka kita bisa menduga ada perbedaan mendasar. Dan ini hanyalah sebuah dugaan, karena tidak memiliki bukti otentik, apalagi di jadikan sebagai landasan untuk kita memberikan penilaian. Namun bukan pula tanpa arti (sia-sia) sebab dugaan perlu di buktikan agar jelas apa persoalan yang sebenarnya.
Berawal dari penangkapan BW Jumat (23/1/2015) ketika di konfirmasi oleh pihak KPK kepada Plt. Kapolri dan jawaban yang di dapatkan tidak ada penangkapan terhadap BW. Indikasi awal ini jelas membuka dugaan awal bahwa ini bukan Polri, ada kemungkinan ini adalah tindakan Oknum. Apalagi kemudian di perjelas dengan di berikannya penangguhan penahanan kepada BW pada Sabtu (24/1/2015). Walaupun tetap ada kemungkinan lain bahwa gugatan ini terkait dengan penetapan BG (Calon Kapolri) sebagai tersangka. Dan dalam gugatan praperadilan yang di ajukan oleh tim kuasa hukum BG salah satunya mempersoalkan unsur pimpinan KPK yang tidak lengkap, kemudian bisa di artikan bahwa dengan adanya penetapan tersangka kepada BW akan memperkuat salah satu dasar gugatan tersebut. Ini adalah "gerbong" pertama dalam rangkaian kasus ini.
Selanjutnya ada pula keterkaitan "oknum" parpol tertentu dalam kasus ini, yang mengawali dugaan ini adalah sehari sebelum penangkapan terhadap BW pelaksana tugas Sekjen DPP PDI-P Hasto Kristiyanto menguak " manuver politik" yang dilakukan Ketua KPK Abraham Samad jelang Pilpres 2014 lalu. Dan saksi pelapor dalam kasus BW adalah kader PDI-P yakni Sugianto Sabran yang merupakan mantan calon Bupati Kotawaringin Barat. Lantas kemana para aktivis parpol ini yang bisanya vokal terhadap kebijakan Presiden ketika Beliau tidak menunjukkan ketegasan dalam kasus ini? Dan ini "gerbong" kedua dalam kasus ini.
"Gerbong" utama dalam kasus ini sebenarnya masih tersembunyi walaupun sebenarnya tidak. Dia tersembunyi karena memang memegang kendali atas pembentukan opini dalam masyarakat kita. Namun sebagaimana yang telah kita ketahui mungkin di sebut sebagai "rahasia umum". Kalu kita kembali pada kasus "Munir" atau beberapa kasus di era tersebut maka besar kemungkinan kita memiliki dugaan siapa di balik oknum Parpol tersebut.
Kemana dugaan tersebut mengarah adalah analisa kita masing-masing, sebab ini tidak seperti "Cicak Vs Buaya" dan bukan pula para pimpinan KPK saat ini sedang di "Antasarikan". Dugaan kejanggalan ini telah banyak di ungkap oleh beberapa tokoh. Bahkan mantan Kapolri juga menyatakan ada kejanggalan di dalam kasus ini. Tapi sayangnya tidak mengarah kepada tujuan tertentu, padahal saat ini bangsa ini butuh "soliditas" yang berdasarkan rasio logika dan tidak kepada "soliditas" yang berdasarkan "fanatisme" belaka.
Sebab kekuatan yang sedang kita hadapi adalah kekuatan besar yang bahkan seluruh dunia ini telah bersepakat menyebutnya sebagai "Adidaya". Kalaulah tidak terjadi persatuan dan kesatuan di negeri ini maka kehancuran hanya tinggal tunggu waktu. Karena target "Big Bos" dalam kasus ini bukan hanya KPK, ini ajang unjuk kekuatan. Negeri ini adalah target sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H