Sejak pertama kali mulai dilakukan bulan Januari 2021, kini kurang lebih sebanyak 27 juta orang telah di vaksin dari target 181,5 juta orang atau sekitar 14,8%.
Pemerintah terus mendorong percepatan vaksinasi di Indonesia, hal ini penting karena si Doi semakin populer. Bahkan sekarang sudah ada ragam jenisnya nggak cuma satu.
Ada varian B117 dari Inggris, ada varian delta dari India. Jangan-jangan nanti muncul lagi varian Alpha, Bheta, Gamma dan Theta dari planet Mars. Entahlah, kata kang Ebiet coba tanyakan pada rumput yang bergoyang.
Namun ada hal penting yang perlu dipahami bersama, bahwa vaksin itu bukan obat kekebalan tubuh. Vaksin adalah media perantara yang bertujuan agar tubuh mengenali suatu jenis penyakit atau virus. Setelah mengenal, maka tubuh akan secara otomatis membentuk antibodi yang tepat dan akurat untuk melawannya.
Dengan kata lain, vaksin tidak serta-merta menciptakan kekebalan tubuh. Ada proses dan tahapan yang harus dilalui. Itulah mengapa vaksin si Doi dilakukan 2x sesuai dosis dan rentang waktu yang ditentukan.
Karena vaksin bukan obat, maka meskipun sudah di vaksin, tetap harus mematuhi protokol kesehatan untuk meminimalisir dan mencegah kita terpapar virus. Kedua, terus menjalankan pola hidup sehat, pola makan teratur dan pola istirahat yang cukup sebagai upaya meningkatkan imunitas.
Kalau kita mencermati data diatas, sepertinya ada yang anomali. Disaat jumlah Warga Negara Indonesia yang di vaksin terus meningkat signifikan, diwaktu yang sama jumlah kasus terkonfirmasi positif juga ikut-ikutan naik.
Bahkan kemarin sempat terjadi pemecahan rekor semenjak pertama kali diumumkan tahun 2020 silam. Nah loh...
Katanya vaksin bertujuan menciptakan kekebalan komunal alias herd immunity? kok sekarang malah makin parah, apa vaksinnya gagal?
Kali ini tak perlu bertanya kepada kang Ebiet apalagi rumput yang bergoyang. Biarkan kang Ebiet jadi seniman yang melegenda, dan rumput tetap jadi makanan kuda (hehe...).
Menurut pendapat saya ada 3 (tiga) hal yang menjadi faktor penyebab kondisi diatas.