Lihat ke Halaman Asli

Anjas Permata

TERVERIFIKASI

Master Hypnotist

"Warung Tetangga" Cerminan Tangguhnya Keluarga

Diperbarui: 6 Januari 2021   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Geliat perekonomian toko kelontong di kota Pekalongan. (Dok. Shutterstock/Maharani Afifah via kompas.com)

Bung Karno pernah mengatakan bahwa sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat perlu dan mutlak memiliki tiga hal.

  1. Berdaulat di bidang Politik.

  2. Berdikari (Berdiri diatas kaki sendiri) di bidang Ekonomi; dan

  3. Berkepribadian di bidang Budaya.

Berdaulat di bidang Politik artinya bangsa Indonesia bebas untuk menentukan sikap politik dan tidak bisa dicampuri oleh kepentingan negara-negara lain. Berkepribadian di bidang Budaya artinya bangsa Indonesia memiliki budaya sebagai identitas yang terus diwariskan turun-temurun.

Budaya inilah yang kemudian dapat membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Karakter sebagai sebuah bangsa yang besar, negeri yang kaya dengan masyarakat yang cerdas harus selalu kita yakini dan tampilkan kepada dunia.

Berdikari di bidang Ekonomi artinya bangsa Indonesia dengan segala potensi yang dipunyai harusnya mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya baik kebutuhan sandang, pangan dan papan. Oleh karena itu ekonomi kerakyatan harus terus didorong demi mewujudkan Indonesia Berdikari.

Pertanyaannya apakah Tri Sakti bung Karno diatas masih relevan dengan kondisi sekarang?

Jawabnya mungkin, tergantung dari sudut pandang mana Anda melihatnya. Sudut pandang sebagai penguasa atau sebagai rakyat Indonesia. 

Saya tertarik dengan filosofi Berdikari yang dicanangkan bung Karno. Banyak sekali pertanyaan yang kemudian muncul tentang bagaimana sektor ekonomi itu dikelola. Terutama ekonomi mikro dan retailnya.

Gerakan Belanja di Warung Tetangga (Sumber facebook.com/ikanguppymakassar)

Ketika kita berbicara tentang ekonomi mikro, maka tidak akan lepas dari kegiatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang disingkat UMKM. Ditengah bayang-bayang persaingan dagang dengan pelaku usaha besar, keberadaan UMKM sangat rentan kalah.

Menjamurnya toko-toko minimarket sebagai replika supermarket kini mulai merangsek hingga ke pelosok kecamatan dan kelurahan. Warung tradisional sekitar harus berjuang mempertahankan eksistensinya.

Perilaku masyarakat hedon yang lebih memilih belanja di supermarket atau minimarket makin membuat posisi warung tradisional terdesak. Padahal berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UMKM, jumlah warung tradisional telah mencapai 3,6 juta di seluruh Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline