Hingga pertengahan Juli 2020 yang lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat setidaknya 6.75 juta debitur telah melakukan relaksasi kredit dengan total asset sebesar 776.99 triliun rupiah. Seperti diketahui pemerintah melalui OJK tengah berupaya keras untuk mempercepat pemulihan ekonomi akibat krisis COVID-19.
Sejak bulan Maret 2020, bagi debitur-debitur yang terkena dampak baik secara langsung maupun tidak, berhak memperoleh kesempatan untuk mengajukan restrukturisasi kredit kepada Perbankan dan lembaga keuangan non Bank.
Hal tersebut sejalan dengan Peraturan OJK (POJK) nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai kebijakan Countercyclical dampak penyebaran COVID-19. Adapun syarat utama pembiayaan yang bisa diajukan restrukturisasi adalah pembiayaan atau kredit dibawah 10 Milyar.
Apa yang dimaksud dengan Restrukturisasi Kredit?
Restrukturisasi Kredit adalah upaya perbaikan perekonomian yang dilakukan pemerintah dalam kaitannya dengan kegiatan kredit atau pembiayaan terhadap debitur yang berpotensi mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban. Adapun jenis-jenis kegiatan restrukturisasi kredit yang diatur di dalam POJK antara lain:
- Penurunan Suku Bunga
- Perpanjangan Jangka Waktu
- Pengurangan Tunggakan Pokok
- Pengurangan Tunggakan Bunga
- Penambahan Fasilitas Kredit/ Pembiayaan, dan /atau
- Konversi Kredit / Pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara
Kebijakan ini agaknya menjadi angin segar bagi pelaku usaha terutama Unit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang merasakan dampak paling serius akibat situasi pandemi.
Penurunan daya beli masyarakat adalah faktor utama yang beresiko membuat kegiatan usaha UMKM melemah belakangan ini. Padahal data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa total jumlah UMKM di Indonesia di tahun 2020 adalah sebesar 60 juta lebih.
Di sisi lain sebagian besar dari UMKM saat ini banyak mengandalkan fasilitas pembiayaan atau kredit baik dari perbankan maupun lembaga non bank (perusahaan pembiayaan). Instrumen keuangan seperti pembiayaan kepemilikan kendaraan, pembiayaan multiguna, maupun pembiyaan modal usaha sudah lama menjadi partner bagi pelaku usaha dalam memenuhi ketersediaan dana operasionalnya.
Hampir 70 persen profil debitur pembiayaan adalah pengusaha kecil dan menegah, maka sangat wajar jika kondisi krisis akibat pandemi sekarang ini tidak segera cepat diatasi, maka akan menjadi 'chain effect' yang berimbas kepada operasional industri keuangan di Indonesia.
Ketika daya beli masyarakat turun maka langsung berakibat kepada pelemahan aktivitas produksi usaha. Melemahnya kegiatan usaha kemudian berdampak kepada penurunan penghasilan, karena penghasilan menurun maka para pengusaha tentunya akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban (hutang) dan angsuran pembiayaannya.