Lihat ke Halaman Asli

Anjas Permata

TERVERIFIKASI

Master Hypnotist

Menjaga Semangat di Tengah Ekonomi Baru

Diperbarui: 2 Agustus 2020   23:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Font Office BFI FInance Jombang

Mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia sudah mulai merasa jenuh dengan kondisi pandemi. Saya secara pribadi sangat bosan melihat berbagai pemberitaan di televisi maupun media massa digital yang terus menjadikan Covid-19 sebagai komoditas headline. 

Sejak sebulan yang lalu saya memutuskan berhenti melihat, membaca atau mendengar hal-hal yang berkaitan dengan Covid-19. Pandemi telah melumpuhkan hampir semua sendi perekonomian bangsa ini. Industri pariwisata, manufaktur, pelayanan jasa, garmen, dan transportasi adalah sebagian dari keseluruhan industri yang terdampak wabah corona.

Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang terpaksa harus diberlakukan di banyak provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia turutmempertajam pelambatan aktivitas ekonomi. 

Daya beli masayarakat menurun drastis, aktivitas produksi melemah, dan gelombang PHK tidak mampu dibendung karena beratnya beban yang harus ditanggung oleh pelaku usaha. 

Implikasi keadaan diatas akhirnya sampai kepada industri keuangan perbankan dan industri keuangan non bank (IKNB), tercatat selama 3 bulan belakangan ini (April -- Juni 2020) industri keuangan memasuki masa 'istirahat' karena imbas ekonomi nasional.

Berbagai stimulus ekonomi dan keuangan dikeluarkan oleh pemerintah bekerja sama dengan pihak terkait seperti dana Bantuan Sosial (BANSOS), restrukturisasi kredit, pemberian subsidi bunga, penempatan uang pemerintah di bank umum, hingga penjaminan kredit korporasi dilakukan dengan tujuan menggerakkan kembali gairah industri keuangan melalui beragam instrumen yang dimiliki.

Sekitar 80 persen perusahaan multifinance melakukan 'pembatasan' penyaluran kredit kepada para nasabah. Hal itu dikarenakan adanya kekhawatiran terhadap kemampuan serta ketahanan perusahaan dalam mengantisipasi resiko kredit macet. 

Betapa tidak, dengan situasi dimana ekonomi berjalan landai tentu berimbas kepada kemampuan bayar nasabah. Selama itu pula hampir semua lembaga keuangan melakukan 'rasionalisasi' untuk menjaga stabilitas dan mengaktifkan 'survival mode' guna melihat situasi dan perkembangan ekonomi ke depan. Hal itu bertujuan untuk menjaga arus kas perusahaan agar berada pada level aman.

Padahal jika kita melihat kebelakang, kinerja lembaga keuangan non bank pada quartal I tahun 2020 cukup menjanjikan. Bahkan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) melalui ketua umumnya Suwandi Wiratno menargetkan pertumbuhan 4,5 persen atau lebih baik dari tahun 2019 yang mencapai angka pertumbuhan 3,66 persen. 

Namun dengan kondisi yang saat ini dialami, maka APPI melakukan revisi target pertumbuhan menjadi 0 hingga maksimal 1 persen saja di tahun 2020.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline