Lihat ke Halaman Asli

DPR RI Perlu Radikalisasi

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

135350410971299579

[caption id="attachment_210595" align="alignright" width="300" caption="Anggota DPD RI, M Afnan Hadikusumo dan Sosiolog UGM, Ary Sujito saat menjadi pemateri dalam seminar yang bertema "][/caption] JOGJA – Buruknya citra Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI saat ini menjadikan ekspektasi masyarakat begitu besar terhadap Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang secara struktural setara dengan DPR, sebagai lemba legislasi yang juga dipilih langsung oleh rakyat.

Hal itu seperti disampaikan oleh Anggota DPD RI M Afnan Hadikusumo dalam seminar yang bertema mengukur peran DPD dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mencegah disentegrasi bangsa, yang diadakan di Gedung Persatuan Wartawan Indonesaia (PWI) Jogja, beberapa waktu yang lalu.

Buruknya citra DPR itu menurut Afnan disebabkan oleh beberapa persoalan yang sedang menimpa para legistrator. Seperti kasus suap alih fungsi hutan lindung dan pengadaan SKRT Dephut, kasus suap cek pelawat, wisma atlet, korupsi PPID dan lain-lain. “DPR yang diharapkan mampu mengatasi ternyata mereka masih tersandera dengan tugasnya sendiri,” kata Afnan.

“Tidak salah kemudian jika masyarakat mempunyai ekspektasi yang besar kepada DPD RI,” tukas Afnan. Akan tetapi harapan masyarakat itu menurutnya seolah bertepuk sebelah tangan akibat keterbatasan wewenang yang dimiliki DPD RI. Sehingga pada prakteknya hal itu menghambat kinerja DPD untuk merealisasikan produk-produk legislasinya.

“Dalam keterbatasan wewenang ini pun lembaga DPD RI masih dinafikan, dibaikan bahkan dikebiri dalam aktualisasi dan pelaksanaan praksisnya,” kata pria yang menjadi Anggota DPD RI periode 2009-2014 itu.Padahal menurut Afnan sudah banyak produk UU yang merupakan hasil kerja DPD. “Kita DPD RI ini produknya sudah banyak, salah satunya UU tentang disparsial, itu murni dari DPD RI, tidak ada DPD RI tidak kuat” tuturnya.

Selain itu UU tentang keistimeawaan DIY sesungguhnya merupakan produk dari pada DPD RI. “Hasilnya (UUK DIY) tidak jauh berbeda dengan (yang ditetapkan) DPR RI,” lanjut pria berkacamata itu. Namun demikian, Afnan mengaku DPD tidak akan begitu saja menyerah.

Untuk melepas dari keterbatasan wewenang itu DPD sudah mengambil beberapa langkah diantaranya melakukan judicial review atas UU Nomor 27 tahun 2009 dan UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan berubah menjadi UU No 12 Tahun 2011 melalui Mahkamah Konstitusi. “Inilah (UU) biang kerok kesewenang-wenangan DPR RI,” tukas pria kelahiran Jogja itu.

Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Ari Sujito yang juga sebagai pemateri pada acara yang berlangsung dari jam 9 hingga jam 12 itu mengatakan harus terjadi radikalisasi di DPD. “Radikalisasi itu tidak identik dengan anarkisme, tetapi lebih pada mengambil peranan-peranan strategis,” kata Ari.

“DPD gak perlu lata dengan politik-politik pencitraan yang selama ini dilakukan DPR,” lanjutnya. DPD menurut Ari harus selalu tampil dan berbicara mengenai isu-isu yang selama ini terjadi seperti kasus agraria yang terjadi di Bima, konflik horizontal yang terjadi Lampung dan sebagainya.

Ari juga mengatakan kalau permasahalan bangsa yang selama ini terjadi di Indonesia akibat pemimpin yang tidak tegas dan tidak berani dalam mengambil resiko. Olehkarenanya pada tahun 2014 nanti Ari menghimbau agar rakyat Indonesia memilih pemimpin yang berani mengambil resiko. “2014 harus memilih yang berani mengambil resiko,” katanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline