Lihat ke Halaman Asli

Revitalisasi Kebijakan Agropolitan

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy


Revitalisasi Kebijakan Agropolitan  DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN POTENSI LOKAL  UNTUK MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN NASIONAL DI ERA OTONOMI DAERAH

Undang-undang Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan undang-undang Nomor 23/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah merupakan isu strategis yang harus dikaji dengan seksama. Tujuan dari undang-undang tersebut adalah agar pelayanan pemerintah lebih menyentuh kebutuhan masyarakat daerah. Selain itu era desentralisasi juga menuntut daerah menjadi mandiri dalam membuat perencanaan pembangunan yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan karakter daerah.

Selama ini pendekatan pembangunan nasional lebih mengarah pada industrialisasi perkotaan dan mengejar tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi Hal ini menyebakan kesenjangan pembangunan antara kawasan pedesaan dan kawasan perkotaan. Kondisi tersebut, mencerminkan pola perencanaan melalui pendekatan-pendekatan sektoral dan parsial, serta memisahkan antara kota dan daerah/desa Konsep kota sebagai satu-satunya mesin pertumbuhan (engine of development) dengan industrialisasinya harus direvisi kembali, karena antara kota sebagai growth pole dan desa sebagai hinterland mempunyai keterkaitan dan ketergantungan baik secara fungsional maupun keruangan.

Pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif solusi untuk pengembangan wilayah (pedesaan). Di Indonesia terdapat beberapa wilayah yang diarahkan untuk menjadi kawasan agropolitan. Sampai saat ini jumlah daerah yang mengembangkan agropolitan mencapai 52 kabupaten di seluruh Indonesia.

Mengenai konsep tersebut juga didapatkan permasalahan yakni, tentang relevansi kebijakan agropolitan guna mewujudkan kedaulatan pangan Nasional dan revttalisasi kebijakan agropolitan dalam upaya pemberdayaan potensi lokal untuk mewujudkan kedaulatan pangan Nasional.

Dalam mewujudkan pelaksanaan otoda dengan memanfaatkan potensi-potensi daerah yang ada, yakni tidak harus dengan konsep baru yang belum tentu tingkat keberhasilannya tetapi dengan menggunakan salah satu konsep lama yang lebih efektif dalam penggunaanya. Salah satu konsep yang termutakhir adalah pendekatan agropolitan yang dikemukakan oleh John Friedmann.

Konsep agropolitan mencoba mensinergikan pola kehidupan masyarakat yang tidak dapat lepas dari modernisasi dengan penyebaran pembangunan yang berbasis pada pengembangan terpadu sumber daya manusia dan sumber daya alam yang terbarukan secara bersamaan dalam implementasi teknis operasionalnya.

Kunci untuk menuju keberhasilan pembangunan agropolitan ini yaitu dengan memberlakukan setiap distrik agropolitan sebagai unit tunggal otonom mandiri, dalam artian selain menjaga tidak terlalu besar intervensi sektor-sektor pusat yang tidak terkait, juga dari segi ekonomi mampu mengatur perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pertaniannya sendiri, tetapi terintegrasi secara sinergik dengan keseluruhan sistem pengembangan wilayahnya.

Sebelum menuju agropolitan maka suatu kota harus secara bertahap Sembilan pilar berikut ini harus dibangun dan dikembangkan, yakni Pengembangan dan penyediaan alat dan mesin pertanian, Penyediaan dana penjaminan bagi petani, Penyediaan benih, pupuk, dan pengendalian hama penyakit, Memperlancar pemasaran, Pembangunan jalan pedesaan dan jaringan irigrasi, Posko agropolitan sebagai pusat percontohan, Peningkatan SDM pertanian, Peningkatan peran Maize Centre, Perencanaan dan kordinasi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline