Lihat ke Halaman Asli

Pelajaran dari Bulan

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Rasa sunyi yang udah familier kembali menyelubungi rumah saya yang sepi ini. Walaupun sudah familier, rasa kesendirian ini merampas setiap aura kehidupan saya. Saya merasa ngga hidup, tanpa orang2 yang saya sayang disekeliling gua. Saya hanya bisa berbaring di sofa, menatap langit2.

'Allhuakbar, allahuakbar!'

Suara panggilan salat isya nyentuh gendang telinga saya, membangunkan saya dari lamunan. Mulanya saya pengen tiduran lagi, memikirkan masalah yang tak ada habis2nya. Saya terus menatap langit2, sampai muadzin berseru lagi, 'allahuakbar, allhuakbar!'. Sekali lagi memecah keheningan malam. Memecah lamunan saya juga. Saya ingen bangun, siap2 untuk salat isya berjamaah. Tapi entah setan punya jurus baru atau tidak, saya tidak bisa gerakin satu jari pun, tubuh saya serasa di rantai. Menahan saya untuk tetap tisuran di sofa ruang keluarga. Setiap saya ngasih perintah kepada tubuh saya untuk bergerak, entah sedang mogok kerja ato apa, badan saya tidak mau menurut.

'laailaahaillallah....' tidak terasa sudah selesai azannya. Entah kenapa badan saya bisa bergerak lagi. Mungkin di dorong rasa ada yang janggal kalo saya tidak ke musollah hari ini. Habis ambil wudhu, saya berangkat ke masjid.

Angin malam yang dingin adalah kesan pertama yang saya rasakan waktu keluar rumah. Saya memandang langit, sudah jadi kebiasaan saya melihat langit setiap saya jalan ke musollah, mencari bulan dan bintang. Akhirnya saya melihat dewi malam itu.

Hari ini dia ditutupi awan hujan. Hanya semburat cahaya yang bikin bentuknya jadi aneh. Awan hujan juga nutupin temen bulan, bintang. Bahkan bintang yang paling setia menemani bulan, karena cahayanya yang paling terang diantara bintang yang lain, polaris, juga tidak kelihatan. Keadaan yang sama seperti saya. Sendirian di malam yang gelap.

Tapi saya kagum, walaupun dihalangi awan hujan, bulan tetap berjuang memberi cahayanya ke segenap penduduk bumi. Walaupun cahayanya lemah, ia tetap berjuang memberi yang terbaik. Walaupun sendirian, ia tetap menghibur siapa aja yang butuh teman di malam yang gelap.

Saya jadi malu ama bulan. tidak selamanya saya sendirian.Saua bisa bertemu dengan teman-teman saya di sekolah. Saya bisa berbicara dengan mereka di msn san twitter juga. Walapun terbatas, saya masih bisa ketemu mereka. Adakalanya saya ada diatas. Saat saya merasa hidup ketika saya berada di antara orang2 yang saya sayangi. Adakalanya juga saya ada di bawah, saat saya merasa mati, ketika sendirian di rumah saya yang sunyi. Itu dia, ADA KALANYA. Semua pasti ada saatnya.

Satu pelajaran lagi yang saya dapat, jauh lebih berharga dari yang pertama. Walaupun serba terbatas, dengan kemampuan yang pas-pas an, saya harus bisa memberi yang terbaik entah dengan membantu orang lain atau berusaha mendapatkan nilai bagus biar orang tua seneng. Entah sedikit atau banyak, yang penting memberi.

Saya tersenyum kepada bulan.

Salam persahabatan
dari penulis yang di didik alam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline