Lihat ke Halaman Asli

Cerita Bi Arab

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

‘Kamu mau dipijet juga mas?' Kata Bi Arab. Dia adalah tukang pijit handal di kompleks rumahku. Baru saja ia memijit adik saya. 'Boleh deh', kata saya. Badan saya memang pegal karena banyak belajar untuk persiapan ujian.

Sambil membaca buku pelajaran saya berbaring di kasur. Nyaman juga ketika jari-jari kuat Bi Arab medarat di kaki saya yang pegal. Selama memijat, ia bercerita banyak pada saya. Bertanya tentang sekolahku sampai masalalunya. Saya tidak keberatan, karena cerita-ceritanya sangat menarik. Saya paling suka ketika ia bercerita tentang masalalunya.

'Haaah... dulu itu sekolah enak. Guru-gurunya merhatiin anaknya banget. Kalau tiba-tiba anaknya bodo, guru langsung dateng ke orangtuanya, 'Anaknya kenapa jadi begini bu?' gitu. Tapi sekarang ? boro-boro, anaknya bodo atau gak bodo amat, yang penting duitnya... Dulu kalau guru marah gara-gara anaknya bodo, tapi sekarang gara-gara belom bayar...' Katanya sambil memijit lengan saya. Dalam hati saya tidak sependapat dengannya. Mungkin guru banyak yang seperti itu, tapi pasti masih ada yang seperti guru-guru dulu.

'Trus polisi. Polisi jaman ibu itu bener-bener menjaga masyrakatnya. Ada maling di atas genteng, polisinya ngejar sampe-sampe majat pake tali. Sampe jatoh juga pernah. Tapi dia mah asal luka juga gak papa, yang penting jadi aman. Sekarang ? Ada orang jahat langsung tembak. Kalo salah tangkap Cuma bilang 'maaf...' gitu doang. Walaupun yang di tangkep dah bonyok-bonyok ampe mati. Masyaallah... ' katanya. Mungkinkah polisi sampai segitumya ? saya tak tahu, saya memang jarang lihat berita.

Ia juga bercerita betapa anak sekarang makin susah diatur dan semakin melawan. Kepada yang tua. Semakin ia bercerita, saya semakin merasakan betapa kacaunya zaman sekarang. Saya iri dengan orang zaman dulu, yang lebih indah dari pada zaman sekarang.

Cerita Bi Arab selesai berbarengan dengan selesainya ia memijatku. Saya melepas kepergian Bi Arab di gerbang rumah.

Saya menatap lagit, segelap zaman sekarang yang makin mendekati zaman jahiliyah. Betapa kacaunya zaman sekarang. Semuanya mementingkan diri sendiri. Orang lain? 'Elu-elu gua-gua". Saya juga semakin merasa seindah apakah masa lalu itu. Walaupun sederhana, walaupun belum ada telepon, sekolah ber AC, Komputer, mobil, atau mall, namun masih ada hal yang lebih berharga, yaitu kepedulian kepada sesama manusia, sesama saudara.

Salam Persahabatan.

Thoriyama




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline