Lihat ke Halaman Asli

Orientalisme dan Narasi Konfrontatif antar Kaum Pancasilais dan Kaum Islamis

Diperbarui: 23 Maret 2020   00:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia merupakan negara yang lahir dari suku-suku yang dibesarkan dalam rahim bernafas revolusi yang sama-sama merasakan keji nya kolonialisme Barat. 

Tepatnya 28 Oktober 1928, perkumpulan pemuda-pemudi dari ragam suku, etnis, serta agama yang berbeda mengikrarkan 'Sumpah Pemuda' yang dimaksudkan untuk memperkuat kesadaran kebangsaan serta persatuan Indonesia. 'Sumpah Pemuda' menjadi amat krusial untuk melanggengkan narasi 'Multikultural' yang selalu dibanggakan oleh masyarakat Indonesia. 

Masyarakat multikultural sendiri merupakan masyarakat yang memiliki dua atau lebih suku, etnis, atau agama yang berbeda. Kemajemukan tersebut tentu kita ketahui dimiliki oleh Indonesia sebagaimana Indonesia sendiri memiliki 17.504 pulau dari Sabang sampai Merauke. Heterogenitas suku, etnis, serta agama di Indonesia tentunya menjadi sebuah keniscayaan.

Bicara soal keberagaman tentunya tidak bisa dipisahkan dari kelompok mayoritas dan minoritas yang agaknya akan selalu ada dalam studi kasus mana pun. 

Islam sendiri merupakan agama dengan pemeluk terbesar di Indonesia dengan presentase mencapai angka 87,18% menurut Sensus Penduduk Indonesia 2010. Angka yang amat besar melihat ada lima agama lainnya yang diakui di Indonesia yaitu Kristen, Katolik, Budha, Hindu, serta Kong Hu Cu.

Belakangan ini, Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia seringkali dipandang gahar dan intoleran. Memang kita pun tidak bisa menafikan, ada beberapa kasus yang memang menunjukan oknum dari kaum muslim yang melakukan tindak intoleran tersebut, namun alangkah bijaknya jikalau kita tidak mengeneralisasi kaum muslim sebagai 'kaum intoleran' dan 'anti-pancasila'.

Seringkali muncul anggapan bahwa jika seseorang merupakan kaum muslim yang dianggap 'islamis' karena menjalankan apa yang ada di dalam kitab suci mereka merupakan kaum yang anti terhadap Pancasila. Seperti yang sering 'dijejalkan' kepada kita semua, Pancasila memiliki nilai-nilai yang mendukung keberagaman yang ada di Indonesia. 

Ya dan memang benar adanya karena dapat kita lihat sendiri dengan gamblang sila-sila yang terdapat di Pancasila. Namun, orang-orang yang memproklamirkan diri sebagai 'kaum Pancasilais' apakah sudah betul-betul mengimplementasikan sila-sila tersebut? Apalagi kalau 'dikotomi konfrontatif' Pancasila lawan Agama itu dilanggengkan oleh kepala BPIP sendiri?

BPIP merupakan singkatan dari Badan Pembina Ideologi Pancasila. Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, mendapat sorotan publik setelah pernyataan kontroversial nya yang menyatakan bahwa agama merupakan musuh terbesar Pancasila. 

Tentu, sebagaimana semua pejabat di Indonesia, beliau langsung mengklarifikasi hal tersebut dengan mengatakan penjelasannya yang dimaksud adalah bukan agama secara keseluruhan, tapi mereka yang mempertentangkan agama dengan Pancasila[1]. 

 Munculnya kelompok yang dikatakan ingin merubah 'pancasila' menjadi 'khilafah' membuat Islam seringkali dipertentangkan dengan Pancasila. Padahal jika ditelaah lebih lanjut, Pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan paham Islam. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline