"Hati-hatilah untuk tidak membiarkan dirimu, keluargamu, atau teman-temanmu, menggunakan sekecil apa pun kesenangan atau keistimewaan dalam hal-hal yang merupakan milik rakyat dan yang harus dibagi rata di antara seluruh rakyat!"
(Imam Ali)
Sungguh sialan! Tak ada lagi yang meneriakkan revolusi. Pun ada, jumlah nya tak seberapa. Pun ada, tidak memiliki kapabilitas untuk merubah apa-apa. Umat manusia butuh alternatif. Alternatif yang ramah, elok dipandang, serta menggetarkan saat diteriakkan. Sebuah faham yang menyuluh segala aspek kehidupan.
Islam hadir sebagai 'alternatif' dari kehidupan jahiliyah. Budaya Arab pada kala itu benar-benar dalam proses pembusukan. Islam hadir sebagai agama yang menyuarakan gerakan revolusioner dan pembelaan terhadap kaum tertindas. Sebagai alternatif yang dicari oleh semua orang. Rasulullah SAW hadir di muka bumi untuk membawa Islam kepada seluruh umat manusia.
Tidak peduli bangsa, etnis, ras, gender, kondisi fisik dan mental dari manusia. Islam untuk semua, Islam Rahmatan'lil 'alamin. Namun, sekarang Islam seringkali dipandang gahar, sering disorot apabila terjadi penindasan, intoleransi, diskriminasi gender, dll. Sedih terkadang, mengingat semangat Islam sebagai penegak keadilan. Islam semestinya menjadi pembebas dari segala macam bentuk alienasi dan pembela kaum tertindas, bukan malah menindas.
Alhasil, banyak ulama Islam jadi dikucilkan, dianggap membawa faham radikal. Mungkin karena ada kelompok Islam yang begitu garang, sehingga mengaggap jenggot dan celana cingkrang sebagai suatu yang radikal. Kita bisa mulai dari kasus Ustadz Abdul Somad yang ditolak oleh kelompok konservatif Bali. Kelompok tersebut menunjukan bahwa rakyat Indonesia masih begitu takutnya atas perbedaan. Seharusnya, apabila negara Indonesia mengaku sebagai negara demokratis, tidak mungkin terjadi penolakan atas perbedaan di Indonesia.
"Sejumlah oknum Ormas yang mengatasnamakan masyarakat bali, seperti Laskar Bali, Garda Nasional Patriot Indonesia (GanasPati), Patriot Garda Nusantara (PGN) dan Perguruan Silat Sandhi Murti, diduga melakukan tindakan inteloran. Mereka diduga melakukan persekusi terhadap Ustadz Abdul Somad (UAS) pada Jumat (8/12/2017) lalu, di hotel Aston, Denpasar, Bali. Sekelompok orang merangsek memasuki hotel tempat Ustadz Somad menginap. Bahkan ada di antara mereka yang diduga membawa senjata tajam, serta mencaci maki ulama pakar hadits, lulusan Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir dan Darul Hadits Maroko tersebut. Kemudian, Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia (PUSHAMI), melaporkan tujuh orang yang diduga menjadi biang keladi dugaan persekusi terhadap Ustadz Abdul Somad. Salah satu di antaranya, I Ketut Ismaya Jaya, yang merupakan Sekjen Laskar Bali" (Panjimas.com)
Mungkin butuh wajah baru. Mungkin butuh melihat lagi kebelakang. Gagasan-gagasan yang cukup elok. Gagasan yang sekiranya dapat menjawab permasalahan sekarang ini. Kiri Islam. Apa? Kiri? KOMUNIS! Sabar dulu Tuanku Sumbu Pendek, biar penulis jabarkan. Istilah Kiri Islam pertama kali dicetuskan oleh A. G. Salih dalam tulisannya pada tahun 1972 : Dalam Islam, kiri memperjuangkan pemusnahan penindasan bagi orang-orang miskin dan tertindas, ia juga memperjuangkan pesamaan hak dan kewajiban di antara seluruh masyarakat.
Singkat kata, kiri adalah kecenderungan sosialistik dalam Islam. Sedangkan istilah tersebut dipopulerkan oleh Hassan Hanafi, seorang filsuf hukum islam, pemikir islam, dan guru besar pada Fakultas Filsafat Universitas Kairo. Hassan Hanafi mengembangkan lagi makna Kiri dalam jurnalnya. Menurut beliau, Kiri mengangkat posisi kaum tertindas, kaum miskin, dan yang menderita. Secara singkat, pemaparan Kiri Islam oleh Hassan Hanafi bertopang pada tiga pilar yang dapat mewujudkan kebangkitan Islam, revolusi Islam, dan kesatuan umat.
Pilar pertama adalah revitalitas khazanah Islam klasik. Hassan Hanafi menekankan bahwasanya diperlukan rasionalisme untuk merevitalisasi khazanah Islam. Pilar kedua adalah perlunya menentang peradaban Barat. Hassan Hanafi memperingatkan bahayanya imperialisme kultural Barat yang seakan-akan membunuh kebudayaan bangsa-bangsa yang kaya sejarahnya. Pilar ketiga adalah analisis atas realitas dunia Islam.
Menurut Hassan Hanafi, dunia Islam kini sedang menghadapi tiga ancaman, yaitu imperialisme, zionisme, dan kapitalisme dari luar; serta kemiskinan, ketertindasan, dan keterbelakangan dari dalam.
Mansour Fakih menulis dalam pengantar buku karya Eko Prasetyo yang berjudul Islam Kiri : Melawan Kapitalisme Global dari Wacana menuju Gerakan, bahwasanya Islam kiri atau Kiri Islam merupakan semangat untuk mengembalikan Islam sebagai agama yang membela kaum tetindas. Islam kiri memiliki paradigma transformatif.