WAKTU adalah seluruh rangkaian masa yang telah berlalu, sekarang, dan akan datang. Begitu Kamus Besar Bahasa Indonesia mengertikan waktu.
“Ruang” (bukan UANG) dan “waktu” adalah dua pengikat kehidupan umat manusia. Keduanya keniscayaan.
Ruang bisa diasosiasikan bumi yang kita pijak. Rumah yang kita mukimi atau kampus tempat kita menuntut ilmu dan menggali pengalaman.
Waktu adalah durasi. Tenggat. Ruang itu selalu dan waktu (terus) berlalu.
Pukul 09.09.09 wita tanggal 1o/10/2010, tak akan pernah berulang lagi sampai kita meninggalkan dunia.
Di Baruga Benteng Somba Opu, Gowa ini, kita bisa datang dan kembali semau dan sesuai kemampuan kita. Tapi, mendapatkan kembali pukul 10.10.12 Wita di sini, di tempat ini, hanya ada di film “Superman Returns”. Catat cuma di-film. Bukan di kehidupan nyata.
Menjadi sarjana itu mudah. Mencari uang itu gampang. Tapi membesarkan anak, hanya sekali dalam hidup!” Menjadi tua itu pasti. Kembali remaja tidaklah mungkin. Tapi menjadi dewasa adalah pilihan.
Bagi pebisnis, waktu adalah uang, Time is money, bahasa inggrisnya. Meng-UANG-kan waktu itu penting. Tapi Mel-UANG-kan waktu, ternyata lebih penting.
Uang tak akan pernah cukup atau mencukupi keinginan kita. Toh, uang sejatinya hanya untuk men-cukupi kebutuhan, Mengumbar uang untuk keinginan mendidik kita jadi pemboros. Ciri-ciri pengumbar uang demi memunuhi keinginan, (biasanya) mereka punya banyak model dan pakaian, lalu kemudian hanya dipakai sekali atau dua kali, lalu mereka shopping more, hanya untuk menuntaskan penglihatan. Mereka yakin betul, iklan "you must have item at this time"! Dia lupa, keinginannya selalu dan waktu terus berlalu. Jadilah baju atau gadget-nya selalu diperbaharui, agar tak out of date.
Orang yang bekerja demi uang akan lelah! Pekerjaan yang diukur dari seberapa banyak uang yang akan dihasilkan, akan menjadikan kita "mesin". Namun, meluangkan waktu untuk pekerjaan akan membuat kita relaks, tidak tegang dan menjadikan kita menikmati pekerjaan!
Inilah yang saya banyak di”diklatkan” dan kemudian diberi istilah dengan menajemen waktu.
Bagi saya, definisi manajemen waktu adalah kita tak diatur waktu. Kita tak larut oleh keadaan. Kita yang mengatur waktu, bukan jam yang mengatur kita.
Di banyak kasus, orang sukses bukan mereka yang pandai menempatkan diri, tapi cerdas mamanfaatkan waktu.
Di kota-kota beradab dan maju, seperti London, di Inggris, rujukan aktivitas dan kedisiplinan warganya adalah Bing Bang. Jam gadang berlonceng gendang ini megah di tengah kota!
Waktu di sana merujuk ke Royal Observatory in Greenwich, London. Disinilah rujukan waktu sedunia, Itulah yang menjelaskan patokan waktu dunia modern merujuk ke istilah, Greenwich Mean Time (GMT), rujukan tahun kamariah, syamsiyah, solar time.
Sependek tahu saya, di Makassar, kita belum punya city clock, jam kota. Namun, di banyak rumah kos atau rumah para pekerja warganya, kerap mereka pandai menyiasati masa.
Jam dinding di rumah dipercapat sekian belas menit, agar si empunya rumah selalu merasa tepat waktu jika sudah sampai di kantor atau di kampus. Mungkin inilah yang menyebabkan, kita dikenal sebagai bangsa ngaret, lelet dan selalu telat.
Di kondisi ini, waktu bukan disesuaikan dengan keinginan individu atau bersama, melainkan kebutuhan bersama.
Tabaria, 12 November 2010
* artikel ini ditulis untuk jadi bacaaan peserta pengkaderan Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa (IPPM) Pangkep di Baruga, Benteng Sombaopu, Gowa, Sulsel, Sabtu 13/11/2010. ** Koordinator Liputan Harian Tribun Timur Makassar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H