Masjid itu didirikan tahun 1962. Pak Polisi punya kantor sederhana, tidak punya tempat khusus buat sholat. Berangkat dari kondisi itulah timbul keinginan mendirikan masjid. Disebelah kantor polisi ada lahan kosong, maka dibangun baitullah. Pak Polisi tidak sendiri, bergotong royong dibantu penghuni asrama dan masyarakat sekitar serta doa para ulama maka selesailah pembangunan fisik Masjid Polisi. Polisi, Ulama dan warga sepakat Baitullah itu di beri nama Masjid Jami An Nur.
Bentuk asli masjid yang mempunyai kubah persis diatas bangunan bisa menampung 200 jamaah. Hitungan itu berdasarkan jumlah syaf yang sepuluh di kali 20 jamaah untuk setiap syaf. Remaja di zaman dulu belajar mengaji kepada ustazd yang khusus di datangkan dari Condet. Pak tua polisi yang belum bisa mengaji ikutan belajar mengeja huruf arab.
Waktu berjalan begitu cepat, tidak terasa Masjid Jami An Nur yang terletak di Jalan Raya Bogor KM 21 Jakarta timur telah berusia 53 tahun. Saat ini Masjid Jami An Nur mampu menampung 500 jamaah seperti ketika di tegakkannya Sholat Jum'at. Remaja yang dulu di awal berdirinya masjid sekarang sudah menjadi jamaah tua. Biar keren mereka menamakan diri RIMA Boedray kependekan dari Remaja Masjid Boedray. Boedray adalah nama yang di berikan Belanda untuk asrama polisi yang dulu katanya bekas pabrik susu.
Generasi silih berganti, remaja model zaman dulu yang malu malu ketika di suruh Azan sekarang malah menjadi muazin tetap. Mungkin usia yang mengajarkan pendewasaan keimanan. Demikian pula dengan pengurus baitullah silih berganti. Di era terakhir para pengurus masjid ogah memakai nama jabatan seperti organisasi modern. Mereka lebih suka di sebut marbot. Marbot itu istilah awam untuk pelayan masjid. Tugas pokok marbot membersihkan baitullah dari mulai menyapu, mengepel, mengatur sajadah membersihkan tempat wudhu sampai ke menyapu halaman.
Seorang guru agama mengajurkan istilah marbot boleh tetapi biar mantap kenapa tidak di ganti dengan nama Khadimullah. Menutur ulama tersebut Khadimullah yang bahasa Arab itu kalau di terjemahkan maknanya pelayan juga. Merujuk kepada kesediaan Raja Arab Saudi menyebut dirinya sebagai Khadimul 2 Masjid Suci yaitu Masjidil Haram Mekkah dan Masjid Nabawi Madinah. Raja saja bersedia menjadi pelayan Baitullah mengapa kita tidak memposisikan diri seperti itu. Struktur organisasi kepengurusan masjid walaupun ada ketua umum, bendahara dan sektertaris serta jabatan lainnya, kami sepakat menamakan diri Khadimullah. Pelayan Rumah Allah.
Khadimullah tidak menerima upah. Masjid hanya memberikan jasa kepada dua orang saja, Pertama Pak Manaf si marbot asli yang secara rutin mensucikan baitullah. Satu lagi Ustazd Fadhil yang diangkat menjadi Imam Rawatib. Kedua pelayan masjid ini tinggal di dekat masjid, agar mereka selalu siap menjalankan tugas terutama menjaga tibanya waktu sholat wajib. Khadimullah lain apakah dia Ketua Masjid sampai je jajaran pengurus Masjid lainnya memastikan diri dalam falsafah mengabdikan diri menjadi pelayan masjid ibarat menanam padi, maka rumputpun tumbuh. Keikhlasan mengurus masjid lebih dari segalanya. Sebalikya janga menanam rumput, padi pasti tidak akan ikut tumbuh. Sepenuh hati dan ikhlas memakmurkan baitullah, Insha Allah berharap mendapat balasan pahala tak terhingga kelak kemudian hari di Akherat.
Remaja generasi baru semakin meramaikan Masjid Komseko. Pasalnya ada hadrah atau rebana sebagai maghnet penarik remaja datang ke Baitullah. Belasan remaja secara rutin berlatih rebana dipimpin Ustazd Agus dari Kampong Tengah. Mereka sudah sering ikut lomba hadrah pada tingkat kecamatan, uji nyali dan uji kemampuan anak anak kolong. Selain itu maghnet yang mampu menarik remaja betah di masjid adalah pengajian bada' maghrib. Guru ngajinya yang juga menjadi Imam Rawatib sangat pandai dan santun serta berwibawa membina remaja. Satu lagi guru ngaji ini adalah seorang Qori, pembaca Al Qur'an yang mampu menggugah hati sanubari jamaah.
Dokumentasi foto diatas diambil ketika Khadimullah Masjid menyelenggarakan Buka Puasa Bersama. Bukber merupakan salah satu dari 10 kegiatan Ramadhan tahun ini. Silaturahim warga RW 05 Kelurahan Rambutan dilaksanakan pada hari Jumat, 3 Juli 2015 bersamaan dengan 16 Ramadhan 1436 Hijriah. Santunan untuk anak yatim diberikan kepada 40 orang anak sebagai kegiatan rutin bulanan masjid Jami An Nur. Tauysah di sampaikan oleh Ustazd Muslich Al Ishaqi berkaitan dengan peringatan Nuzul Quran. Hampir 300 jamaah hadir, suasana menjadi meriah ketika azan maghrib dikumandangkan. Anak anak berlari kian kemari menikmati kolak dan kue yang disediakan dari para donatur. Khadimulllah yang tadinya merasa cemas melihat begitu banyaknya jamaah yang ikut berbuka puasa bersama , akhirnya bisa bernafas lega karena hidangan yang disiapkan ternyata cukup.,.. Subhanallah.
Alhamdulillah motto yang bukan sekedar motto "shalat fardhu seramai shalat Jum'at" secara berangsur mulai nampak hasilnya. Kiat memakmurkan baitullah berpedoman pada 3 hal saja, pertama ada ulama atau imam tetap (rawatib), kedua setiap hari ada kegiatan taklim dan yang terakhir suasana masjid harus aman, nyaman dan bersih suci. Semoga istilah surauku roboh tidak akan terjadi lagi di muka bumi ini berkat peran aktif Khadimullah atas seIzin Allah SWT dan Salam serta Shalawat yang terus menerus di kumandangkan oleh setiap jamaah, amin
Salam salaman
TD