Lebih sering di luar Istana
365 hari pemerintahan Jokowi awak kasih ponten 6.78. Penilaian itu berdasarkan pengamatan cermat setelah Beliau menduduki tahta sebagai orang nomer satu di republik ini. Nilai itu pada awalnya akan awak berikan angka 9 yaitu angka tertinggi yang boleh diberikan antara sesama makhluk, bersebab angka 10 nilai sempurna adalah hak preogratif Tuhan Sang Pencipta. Nilai tertinggi diperoleh Jokowi sebagai Presiden RI ke - 7 sebagaimana pendahulunya adalah prestasi mampu mempertahankan NKRI sebagai harga mati. Negeri ini tidak terpecah belah, Jokowi mampu menampilkan diri sebagai orang Indonesia asli merajut keberagaman dengan selalu hadir ditengah rakyat. Sedangkan nilai yang mengurangi kesempurnaan kinerja Jokowi bisa sobat baca di uraian berikut ini.
Inilah kemampuan paripurna Jokowi menjaga kesatuan dan persatuan Indonesia sebagai amanat sila ke - 3 Ideologi Pancasila. Menjaga Persatuan Indonesia bukan perkara gampang ditengah bergolaknya unjuk rasa orang kampong tengah. Kampong tengah di negri awak bisalah diartikan sebagai bagian paling sentral anatomi tubuh manusia alias perut. Masalah perut rakyat yang lapar (miskin) berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin periode Maret 2015 mengalami kenaikan 860 ribu orang menjadi 28,59 juta jiwa baik di kota maupun di desa. Penyebab utamanya karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di periode akhir tahun lalu. Gejolak kampong tengah untuk sementara bisa diredam Jokowi melalui kebijakan ekonomi sembari memberikan berbagai jenis kartu kepada rakyat kalangan menengah kebawah.
Jokowi dengan jurus sakti bin ampuh Blusukan berhasil mengambil hati rakyat. Mengambil hati rakyat yaitu ketika Presiden bersedia bersalamsalaman dan menyapa penduduk di seantero nusantara. Bisa dihitung jumlah hari Jokowi di dalam istana berbanding jomplang dengan kehadirannya di tengah masyarakat. Ini dia sosok Presiden yang tidak betah duduk di kursi Istana Merdeka bukan karena kursi itu panas namun hobby blusukan itulah yang tidak berubah sejak jadi pejabat publik di Solo dan Jakarta. Papua negeri nan paling jauh di timur sana sudah diinjak Jokowi beberapa kali, demikian pula dengan kawasan lain, mungkin hanya hitungan jari propinsi yang belum di jamah Jokowi. Pesawat Kepresidenan nampaknya tak perlu di panas panaskan mesinnya karena jam terbang sudah hampir menyamai pesawat terbang komersiel.
Melempar Bola Panas
Ketika berada di istanapun Jokowi tidak mau berdiam diri menyendiri di ruang kantor. Ada saja penduduk dalam bentuk komunitas apapun yang beliau undang ke istana untuk sekedar makan siang bersama sembari mendengar langsung keluhan kaum grass root. Kini istana bukan lagi menjadi mahligai bertabur emas dimana para peri bertahta berlian permata yang dahulu kala hanya menjadi impian rakyat untuk menjejakkan kaki disana. Istana Merdeka dan istana Bogor dan istana kepresidenan lainnya sudah menjadi rumah rakyat. Hebat juga Jokowi yang tak hendak mempergunakan fasilitas istana kepresidenan untuk resepsi perkawinan putra mahkota. Nampaknya beliau lebih suka mengundang para tetamu dari kalangan paling atas sampai rakyat jelata di daerah asalnya Solo. Inilah perbedaan signifikan pola menjamu tamu Jokowi dengan Presiden sebelumnya.
Nah sekarang setelah puji pujian soal blusukan dan istana, izinkan awak menelusuri pola kepemimpinan Presiden Jokowi dan proses pengambilan keputusan politik. Jokowi menyadari bahwa muara semua keputusan di republik ini ada pada dirinya. Beliau mempunyai hak preogratif, otonom dan bebas dari intervensi dari pihak manapun dalam mengambil keputusan. Begitu seyogyanya kata undang undang yang menyangkut urusan ketatanegaraan tentang tugas pokok dan fungsi seorang Kepala Negara sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan. Pada awalnya timbul syak wasangka di sebagian pengamat politik yang berasumsi bahwa presiden kita itu hanyalah seorang presiden de jure yaitu presiden yang syah diplih rakyat. Bisik bisik tetangga katanya Presiden de facto ada diluar istana yang mengendalikan roda pemerintahan.
Ternyata setelah berjalan beberapa bulan syak wasangka itu terbantahkan. Contoh factual Jokowi adalah Presiden sesungguhnya di Republik Indonesia adalah ketika Beliau memutuskan mutasi jabatan Kapolri. Tentu sobat masih ingat betapa serunya tarik ulur jabatan Kapolri ditengah berbagai kepentingan berbagai pihak. Jokowi menggunakan jurus melempar bola panas. Sembari melihat bagaimana kesejatian dan kelurusan hati dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan terhadap jabatan Kapolri tersebut Jokowi meminta “nasehat” dari berbagai kalangan baik yang kalangan orang cendikiawan terpandang sampai pendapat dari berbagai pihak termasuk dari masyarakat sembari memperhatikan perkembangan di social media. Setelah bola panas dilempar kesana kemari dan secara alamiah akhirnya bola panas itu dingin dengan sendirinya maka Jokowi memutuskan Badron Haiti menjadi Kapolri. Walaupun keputusan itu rada lambat diambil namun dari sisi kedudukan presiden de facto dan de jure telah menjadi hak Jokowi.
Merubah Pola Komunikasi
Salah satu saja yang mungkin perlu diperbaiki oleh Pak Presiden adalah soal komunikasi terutama ketika berhadpaan dengan pihak pers. Pada awalnya Jokowi bersikukuh tidak akan menggunakan juru bicara resmi keperesidenan, karena beliau menganggap menghadapi insan media itu sudah biasa didawamkan. Namun kapasitas sebagai walikota dan kemudian di dapuk menjadi gubernur ternyata berbeda pada beban kapasitas sebagai Presiden. Begitu banyak persoalan ya harus diselesaikan sementara rewelnya kuli tinta nampaknya agak mengganggu Presiden. Terkadang Pak Presiden kebablasan dalam menyampaikan ungkapan yang dimaknai berupa janji. Ungkapan inilah yang selanjutnya sering dicecar atau ditagih oleh wartawan, biasanya dengan pertanyaan sederhana dan standard “ bagaimana tindak lanjut dari pernyataan Bapak Presiden?” dan Jokowi pun keteter.
Menyadari hal itu kemudian Jokowi mengubah pola komunikasi dengan pers . Beliau menunjuk beberapa tokoh untuk diangkat sebagai juru bicara resmi istana. Satu hal yang mungkin perlu diingatkan kepada Pak Presiden (tanpa maksud awak berniat mengajari), bahwa menghadapi wartawan nampaknya perlu sedikit berdiplomasi. Sifat alamiah awak media yang selalu mengejar berita yang bad news menjadi good news harus hati hati disikapi. Sedikit saja ada pernyataan aneh akan di goreng media karena Presiden dianggap sebagai pemegang tampuk pemerintahan tertinggi, artinya apapun yang diucapkan Presiden diibaratkan sebagai fatwa atau keputusan politik Oleh karena itu dengan memanfaatkan peran juru bicara secara optimal maka Pak Jokowi akan lebih leluasa kosentrasi terhadap pokok persoalan Negara dari pada sibuk terus menerus meng klarifikasi pernyataannya.