Profesi utama pemanjat pohon kelapa, side job mengajar ngaji. Itulah sosok Mas Rosyidin asli Rembang yang awak temui di ladang (kebon) Ayahanda Haji Dahlan Bin Affan. Rosyidin telah menetap 4 tahun di desa kami Tempino mengikuti seniornya Mas Shodik yang kini menjadi Imam Rawatib di Musholah Nurul Ihsan. Mereka alumni satu pesantren, kini membhaktikan ilmu akherat itu di sekitar Tempino sampai desa sebelah Sebapo, Sungai Landai dan Pelempang yang berdekatan dengan desa Nyogan Ilir.
Awalnya ketika baru tiba di kampong yang terletak 27 km dari kota Jambi, Mas Rosyid menjadi co pilot. Maksudnya bukan co pilot pesawat terbang tetapi istilah kampong kami disebut sebagai kenek atau pembantu pemanjat pohon kelapa. Setelah paham seluk beluk ilmu memanjat maka sang pilot memberikan lisensi kepada Rosyid untuk bekerja mandiri memetik buah kelapa di kebon warga.
Lain luak lain belalang, lain kampung lain pula cara memetik kelapa. Di kampong halaman Ibunda Hajjah Kamsiah binti Sutan Mahmud di kawasan Sumatera Barat, orang padang menggunakan jasa monyet untuk memetik buah kelapa. Khewan lincah berwarna hitam atau orange dilatih sejak kecil memanjat pohon kelapa. Si monyet di ikat dengan tambang (tali) panjang sebagai pengendali oleh pawang. Pawang adalah profesi langka sebagai pelatih tradisionel turun menurun membina monyet sampai layak di terjunkan ke medan kebon kelapa. Melalui tali itu Pawang memberi kode tertentu sehingga monyet paham mana saja buah kelapa yang boleh di petik.
Di kampong Tempino dulu memang ada monyet pemanjat kelapa. Tetapi kini sudah punah karena mereka bergabung dengan saudara-saudara si monyet liar. Sejenis dengan monyet itu ada simpai dan ada pula siamang. Binatang ini bermukim di hutan sekitar kampong. Bergerak berombongan menyerbu tanaman dan buah buahan kampong. Serbuan dalam rangka memenuhi hajat kampong tengah alias mencari buah buahan sebenarnya meresahkan warga Tempino. Malah saking kurang ajarya simpai itu berani berani nya mencomot makanan dari dapur warga.
Kembali ke Mas Rosyid. Penampilan bujangan berusia tigapuluhan ini sangat sederhna. Mengenakan kaos dan celana kerja beliau dikenalkan oleh Uda Syahrir (Buyung) di hari lebaran ke empat. Uda Buyung sekeluarga adalah saudara kandung kami yang mendapat amanah mengurus ladang, sedangkan anak anak dari Haji Dahlan dan Hj Kammsiah semua merantau, ada yang ke Bogor, Jakarta, Palembang dan Muara Tembesi. Uda Buyung mengurus ladag seluas 10 hektar, dimana terdapat kolam ikan, pohon kelapa dan berbagai jenis tanamam produktif.
Mas Rosyid hari itu akan memetik buah kelapa. Jadual mengambil hasil bumi itu terhitung sebulan sekali sesuai dengan giliran dari kebun ke kebun. Awak menyaksikan Mas Rosyid dengan segala keahliannya memanjat pohon. Sangat lincah tiba tiba beliau sudah sampai puncak pohon yang tingginya mencapai 5 meter lebih. Beliau memilih kelapa tua yang layak di panen kemudian gedebuuk kelapa dijatuhkan. Setelah memanjat beberapa pohon maka terkumpulah 100 buah kelapa. Kelapa itu kemudian dikupas menggunakan linggis yang ditanam di tanah. Keahlian mengupas kelapa mengundang decak kagum, kulit kelapa itu ditinggalkan sedikit menempel di batok kelapa yang nantinya berfungsi sebagai alat pengangkut.
Hari itu ada pesanan dari juragan air mineral yang akan mengadakan pengajian atau syukuran di rumahnya. Mas Rosyid sudah terbiasa mendapat pesanan seperti ini, kemudian Ustad yang mengajarkan membaca al Qur'an secara privat mengingat-ngingat kebon kelapa siapa yang bisa di petik untuk memenuhi pesanan tersebut. Jadilah kebun Uda Buyung yang mendapat kesempatan di petik. Transaksi jual bei buah kelapa ini sederhana saja. Pemilik kelapa terima bersih. Artinya harga kelapa di potong upah memanjat dan mengupas termasuk mengantar ke pemesan sudah di terima atau diambil langsung oleh Mas Rosyid. Inilah transaksi berdasarkan kepercayaan dan kejujuran yang didawamkan oleh seorang ustazd kampong.
Mas Rosyidin dalam keseharian mengajar mengaji privat di beberapa rumah d sekitar Tempino. Berkendara motor berangkat bada' shalat asyar sampai isya. Mengajarkan membaca al Qur'an kepada anak anak kampong. Mas Rosyid tinggal di rumah "mewah" versi beliau ketika awak menawarkan tinggal di rumah kontrakan warisan Ibunda Hj Kamsiah Binti Sutan Mahmud. “ Mohon maaf pak haji, saya sudah tinggal di perumahan pertamina di woneng 12” Ratusan rumah bekas tempat tinggal karyawan Pertamina itu sekarang memang kosong seiring dengan habisnya minyak mentah di perut bumi kampong kami. Jadilah rumah rumah itu di sewakan kepada warga sekitar. Mewah versi Pak Ustazd itu bermakna karena di rumah tu masih dialirkan lampu listrik, masih ada gas untuk memasak dan masih pula ada air bersih yang mengalir kesetiap rumah yang berdinding beton.
Itulah salah satu sisi kehidupan di kampong kami. Banyak sekali perubahan yaag terjadi terutama di 20 tahun terkahir. Ada pergeseran geliat ekonomi, ada pula pergeseran budaya dengan semakin banyaknya perantau dari manca nusa bermukim di Tempino. Sudah sulit mencari warga asli yang masih bisa awak kenal di tanah kelahiran .....
Jakarta, 22 Juli 2015