Lihat ke Halaman Asli

Thamrin Dahlan

TERVERIFIKASI

Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Penulis Bukan Penjahat [Kenapa Kerap Dijahati]

Diperbarui: 16 Juni 2021   07:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok perpusnas

Penulis Bukan Penjahat Namun Kerap di Jahati

Catatan Thamrin Dahlan

Hampir 180 menit mengikuti talk show Perpusnas tanpa henti.  Nara sumber kondang berkualitas literasi sungguhan membuat awak terpasung di ruang tamu rumah Pak RW.  Tadinya ingin silaturahim saja namun  sang tuan rumah sedang webinar pula maka earphone ponsel difungsikan.  Menyimak pembicara juga penulis menyampaikan isi hati literasi.

Selasa 15 Juni 2021 sesuai informasi ibu Tatat dari Bagian Deposit Perpustakaan Nasional awak mengikuti  hari ke dua kegiatan PERPUSNAS WRITERS FESTIVAL DAY2. Sungguh beruntung bisa menerima sedemikian banyak ilmu pengetahuan dan pengalaman berdarah darah para penulis.

Penulis Bukan Penjahat Namun Kerap di Jahati Sementara itulah kesimpulan artikel sehingga muncul tajuk tulisan  ini. Kang Maman Suherman dan Ibu Asma Nadia adalah Penulis, .  Jelas beliau berdua bukan penjahat.   Pekerjaan penulis dengan hati ketika memperjuangkan hak azazi manusia bukan tanpa resiko.  Taruhan nyawa sodara.

Itulah sebabnya setelah  mendengarkan penuturan Kang Maman dan Ibu Asma Nadia awak beranikan bertanya  via Q& A. Berapa nyawa yang disiapkan untuk melawan kedzoliman?

Jawaban sungguh mengharukan. Saya ada karena menulis. Tuduhan Syiah seperti di alami Ibu Asma Nadia dihadapi dengan jawaban prestasi. Allah SWT lebih tahu perjuangkan kita,  tak perlu resah bagaimana pendapat orang lain. Semangat menulis tak akan pernah surut.

dok pri

Birokrat penulis jarang jarang. Bagi Bupati Magetan Bapak Suprawoto menulis sudah merupakan darah daging,  Karena menulis saya dikenal.  Karier moncreng karena menerbitkan buku.  Bukan sembarang buku tetapi buku berbahasa Jawa. Luar biasa.

Punah.  Wah ini salah satu kosa kata peradaban. Pak Bupati resah, nanti  satu saat bahasa daerah punah bersebab tidak ada lagi narasi.  Takdir sebagai wong jowo  sepertinya menugaskan kehidupan melestarikan  bahasa jawa.  Ada tanggung jawab moral disana dan Birokrat ini telah memulai rekam jejak digital dari buku biografi berbahasa jawa.

Disinilah Mbak Helitha Novianty mengeluarkan satu kosa kata (baru kali ini terdengar) Terceguk. Ahai, apa pula ini.  Ternyata terjemahan bebas terkejut, tambah sangat. Kepedulian terhadap bahasa daerah di era digital plus penggiat literasi millenel minus. Jangan jangan pagelaran wayang nanti berbahasa Indonesia.

Baiklah sesuai kaedah reportase plus opini awak sampaikan secara lengkap nama nara sumber, moderator dan peserta (?).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline