Penulis Bukan Penjahat Namun Kerap di Jahati
Hampir 180 menit mengikuti talk show Perpusnas tanpa henti. Nara sumber kondang berkualitas literasi sungguhan membuat awak terpasung di ruang tamu rumah Pak RW. Tadinya ingin silaturahim saja namun sang tuan rumah sedang webinar pula maka earphone ponsel difungsikan. Menyimak pembicara juga penulis menyampaikan isi hati literasi.
Selasa 15 Juni 2021 sesuai informasi ibu Tatat dari Bagian Deposit Perpustakaan Nasional awak mengikuti hari ke dua kegiatan PERPUSNAS WRITERS FESTIVAL DAY2. Sungguh beruntung bisa menerima sedemikian banyak ilmu pengetahuan dan pengalaman berdarah darah para penulis.
Penulis Bukan Penjahat Namun Kerap di Jahati Sementara itulah kesimpulan artikel sehingga muncul tajuk tulisan ini. Kang Maman Suherman dan Ibu Asma Nadia adalah Penulis, . Jelas beliau berdua bukan penjahat. Pekerjaan penulis dengan hati ketika memperjuangkan hak azazi manusia bukan tanpa resiko. Taruhan nyawa sodara.
Itulah sebabnya setelah mendengarkan penuturan Kang Maman dan Ibu Asma Nadia awak beranikan bertanya via Q& A. Berapa nyawa yang disiapkan untuk melawan kedzoliman?
Jawaban sungguh mengharukan. Saya ada karena menulis. Tuduhan Syiah seperti di alami Ibu Asma Nadia dihadapi dengan jawaban prestasi. Allah SWT lebih tahu perjuangkan kita, tak perlu resah bagaimana pendapat orang lain. Semangat menulis tak akan pernah surut.
Birokrat penulis jarang jarang. Bagi Bupati Magetan Bapak Suprawoto menulis sudah merupakan darah daging, Karena menulis saya dikenal. Karier moncreng karena menerbitkan buku. Bukan sembarang buku tetapi buku berbahasa Jawa. Luar biasa.
Punah. Wah ini salah satu kosa kata peradaban. Pak Bupati resah, nanti satu saat bahasa daerah punah bersebab tidak ada lagi narasi. Takdir sebagai wong jowo sepertinya menugaskan kehidupan melestarikan bahasa jawa. Ada tanggung jawab moral disana dan Birokrat ini telah memulai rekam jejak digital dari buku biografi berbahasa jawa.
Disinilah Mbak Helitha Novianty mengeluarkan satu kosa kata (baru kali ini terdengar) Terceguk. Ahai, apa pula ini. Ternyata terjemahan bebas terkejut, tambah sangat. Kepedulian terhadap bahasa daerah di era digital plus penggiat literasi millenel minus. Jangan jangan pagelaran wayang nanti berbahasa Indonesia.
Baiklah sesuai kaedah reportase plus opini awak sampaikan secara lengkap nama nara sumber, moderator dan peserta (?).