Presiden Amerika Donald Trump bisa jadi mendapat laporan dari Duta Besar tentang unjuk rasa bangsa Indonesia terkait rencana memindahkan ibukota Israel ke Jerusalem . Sebagai Negara dengan jumlah umat islam terbanyak di muka bumi gerakan unjuk rasa semakin menunjukkan bahwa kebijakan Donald Trump tidak bisa diterima dunia.
Monumen Nasional menjadi saksi bisu betapa kuatnya penolakan tersebut. Ketika jumlah umat yang hadir semakin banyak maka orasi orasi di panggung tidak menjadi penting lagi. Justru yang di simak media pers adalah betapa besarnya umat yang hadir sebagai representasi rakyat Indonesia.
Orasi di panggung sudah pasti hujatan kepada Donald Trump berbentuk seragam hanya beda pembicara. Demikian pula demo demo di belahan dunia lain. Justru poster poter yang lebih menarik perhatian wartawan manca negara. Poster merupakan kreasi masing masing warga bisa dimaknai sebagai bentuk betapa besar kepedulian bernuansa kemarahan kepada Donald Trump.
Kehadiran umat islam di Monas tergerak dari himbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kali ini tampaknya MUI serius meminta umat hadir sebanyak banyaknya walaupun sebelumnya di acara Reuni Akbar Alumni 212 lain pula halnya. Tetapi sudahlah tidak usyah dipersoalkan lagi, toch umat islam bukan karena himbauan himbauan tersebut, mereka datang dengan biaya sendiri dating bersama guna menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia sangat peduli terhadap nasib Palestina.
Awak tak hendak membahas apa yang disampaikan di panggung seperti juga umat yang hadir. Mereka tampaknya bergerak sesuai kelompok masing masing menyuarakan dengan pola unik tidak lain untuk menarik perhatian dengan harapan isi poster (berbahasa Inggris) sampai ke Amerika Serikat. Demikianlah cara umat bersuara dan bergerak ketika berhimpun jutaan orang di Monas dalam satu tekad menolak setiap kemungkaran.
Satu hal lagi yang menjadi perhatian awak adalah tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak anak. Selalu saja anak anak dibawa serta dalam rangka memberikan pendidikan moral.
Sejak dini diajarkan bagaimana membela agama secara massif. Walaupun agak sulit membawa anak anak dalam kondisi berdesak desakan namun tidak menjadi halangan bagi orang tua memperlihatkan bahwa pembelaan terhadaop agama itu harus berjalan terus sampai akhir dunia.
Inilah pembelajaran paling tepat memperlihatkan kepada anak anak tentang ghirah sejati ketika agama Islam mendapat perlakuan tidak baik. Siapa lagi yang akan meneruskan perjuangan jihad fi sabilillah kalau tidak anak anak muda Islam. Awak terharu ketika seorang bapak menggndong anaknya di bahu demikian pula ketika seorang ibu dengan penuh kasih sayang mengendong putri demi masa depan dirinya dan juga umat Islam.
Sebenarnya awak mempunyai pengalaman pedih terkait Jerusalem. Bulan Februari 2017 beserta keluarga kami berniat ziarah ke Masjid Aqsa dalam perjalanan paket Ibdah Umrah. Namun apa yang terjadi ternyata Penguasa Israel tidak memberikan visa sehingga kami hanya sampai di Jordania. No Resent itulah alasan penolakan berkunjung ke Masid Aqsa.
Bagaimana pula nanti apabila Jerusalem menjadi Ibu Kota Israel. Bisa jadi umat yang akan ziarah ke Masjid yang menjadi tempat Mirajd Nabi Muhammad SAW dilarang. Mungkin saja Masjid bersejarah bagi tiga agama di bumi hanguskan. Astaqfirullah.
Padahal seperti kita pahami, terutama umat Islam sedunia ada anjuran berziarah ke 3 Masjid. Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah serta Masjid Aqsa. Hanya Masjid Aqsa saja umat Islam berkesulitan berziarah ke wilayah Jerusalem Palestina. Mudah mudahan Donald Trump terbuka hati nurani dan membatalkan niat kontroversial itu sehingga kedamaian dunia bisa kembali terwujud..